Between Dream And Reality, Part 22
Part 22: Troublemaker gets beaten
Ketika pagi tiba, Aldo bangun
pada pukul 06:00 AM. Ia mematikan alarm dari smartphone-nya, kemudian beranjak
ke kamar mandi lantai 2 untuk mandi, handuknya biasa ditaruh pada kamar mandi
itu.
Sekitar 8 menit kemudian, Aldo
sudah mengenakan seragam sekolahnya, ia mengambil tas sekolahnya yang terletak
pada lantai kamarnya di bawah ranjang. Usai menggendong tas itu, ia berjalan
menuruni tangga. Aldo tidak mendengar suara kakaknya memasak di dapur, maka
dipikirnya mungkin Melody belum bangun. Karena tidak mau mengganggu tidur
kakaknya, ia pun langsung menuju pintu depan rumah, dan berangkat ke sekolah
Velidan 01 dengan motor matic-nya.
Saat sampai di parkiran motor, ia
melihat beberapa teman sekelasnya masih disana, yaitu Bagus, William, dan Heru.
Aldo menghampiri tempat mereka bertiga, tiga siswa SMA yang duduk di motor pun
kemudian turun menyambutnya.
Aldo: Oi, tumben kalian gak ke
kelas?
Bagus: Kami bertiga nungguin elu,
Do.
Aldo: Nungguin gue?
Heru: Iya Do, kami sengaja gak ke
kelas dulu.
Aldo: Memangnya kenapa kalian
bertiga nungguin gue?
William: Gini Do, hari ini kami
mau pinjam duit pada elu.
Aldo: Loh, kenapa?
Bagus, Heru, William: Karena kami
mau traktir makan cewek kami.
Aldo: Hah? Beneran? Kalian lupa
bawa duit ya?
Bagus: Bukan, Do, kami bawa
dompet kok.
William: Dompet doang Gus?
Berarti elu gak bawa duitnya dong?
Bagus: Eh kampret lu Wil, lagi
serius gini elu malah sempet-sempetnya ngeledekin gue.
William terkekeh, begitu juga
Heru dan Aldo. Kemudian Heru yang lanjut bicara.
Heru: Kami bawa duit Do, tapi
setelah kami perhitungkan ulang ternyata gak cukup.
Aldo: Gak cukup gimana? Memangnya
kalian mau pesan makanan di kantin yang paling mahal?
William: Kami nanti bukan mau
makan di kantin, Do. Tapi kami makan siang sepulang sekolah di tempat lain,
dengan ngajak cewek kami masing-masing.
Aldo: Tempat lain? Tunggu-tunggu,
memangnya Heru punya cewek?
Heru: Hehe, kebetulan baru jadian
2 hari lalu, Do. Cewek gue ada di kelas 12 IPA 2, namanya Hanna.
Bagus: Iya, dan hari ini kami
merayakannya di Hailbeam cafe.
Aldo: Hmm, pintar milih tempat
juga kalian.
William: Iya dong Do, ini kan
kami mau triple date, maka tempatnya
harus bagus.
Aldo: Apa? Bentar-bentar, gue gak
salah dengar, elu barusan bilang triple
date, Wil?
William: Iya Do, kencan bareng
gitu kayak double date.
Bagus: Kalau double date kan udah biasa, Do, makanya kami mau bertiga jadinya triple date.
Aldo: Ya... benar juga sih, jadi
cewek-cewek kalian udah pada setuju?
Heru: Gue sih udah bilang pada
cewek gue, dan dia setuju.
Bagus: Gue juga, Do. Sonya
kemarin sudah setuju.
William: Gue rencananya nanti
baru mau bilang pada Noella.
Bagus, Heru: Yaelah, gimana sih
elu Wil.
William: Lah, kenapa? Biasanya
kalau gue ajak jalan dia setuju-setuju aja.
Aldo: Ckck, masalahnya elu kan
biasa jalan dengan dia pasti berdua aja, nah ini kalian berenam, kali aja dia
gak setuju.
Bagus: Iya nih, elu bukannya
konfirmasi dulu pada dia.
William: Tenang aja guys, gue
bisa bujuk-bujuk dia biar ikut.
Heru: Kalau kelasnya ada
diberikan PR oleh guru, gimana?
William: Gampang itu, gue bisa
nawarin untuk kerjain PR-nya.
Bagus: Yasudah, terserah elu deh
Wil. Jadi gimana Do, elu bawa duit kan?
Aldo: Bawa kok, gue kan selalu
bawa duit ke sekolah meskipun jumlahnya beda-beda dan gak gue simpan di dompet.
William: Wah, kalau elu gak
simpan duit di dompet, gue gak mau minjam duit elu deh Do.
Aldo, Bagus, Heru: Loh, kenapa?
William: Kompak banget kalian
ngomongnya, ckck. Kalau gak disimpan di dompet, pasti elu simpan duit di kolor
kan Do.
Aldo memasang muka masam pada
William, ia langsung menjitak pelan kening temannya yang agak ‘lain’ itu. Heru
dan Bagus tertawa ringan, mereka juga menoyor pelan kepala William. William
heran karena ia merasa dugaannya benar.
William: Loh, lu pada kenapa?
Bener kan yang gue bilang, kalau bukan di dompet pasti di kolor alias celana
dalam. Biasanya di film kan begitu, cowok nyimpan duit pada kolor agar tidak
dimintai ceweknya.
Aldo: Kampret lu, kebanyakan
nonton film yang aneh-aneh elu, Wil. Gue simpan duit biasanya di antara
buku-buku pelajaran, monyong!
Bagus: Betul tuh kata Aldo.
Aldo: Ah, sok tahu elu Gus, kan
gue baru bilang makanya elu tahu.
Bagus: Haha Do, sebenarnya gue
udah lama tahu ini, karena gue pernah mau pinjam buku pelajaran Bahasa Inggris
elu, waktu itu kan ada PR dari gurunya, dan pas gue buka satu persatu
halamannya eh ada duit 10 ribuan diapit.
Aldo: Wah, maling profesional elu
Gus.
Bagus: Enak aja, gue gak ngambil
duit elu Do. Buktinya elu gak pernah kehilangan duit kan?
Aldo: Mana gue tahu Gus, gue gak
ngitung. Jadi kadang-kadang kalau gue kumpul kembali untuk taruh di buku
pelajaran lain, gue merasa jumlahnya berkurang.
Bagus: Buset Do, sumpah gue gak
nyolong duit elu.
Heru dan William terkekeh karena
tahu Aldo hanya bercanda dari nada bicaranya, sedangkan Bagus tak menyadarinya.
Beberapa detik kemudian Aldo tertawa ringan.
Aldo: Haha Gus, gue bercanda kok,
gak mungkin kan gue gak ngitung kembali duit gue setiap kembali dari kantin.
Bagus: Yaelah Do, makanya elu
kalau selipin duit pada buku, di halaman akhir dong.
Aldo: Terserah gue dong, mau
halaman awal, tengah, akhir, kan duitnya punya gue.
Bagus: Iya deh, jadi gimana, elu
mau minjamin kami duit kan, Do?
Aldo: So pasti dong, kan gue
merasa gak enak kalau gara-gara masalah finansial kalian bertiga gak jadi
nge-datenya.
Heru: Oke, thanks ya Do.
William: Dan jangan perhitungkan
bunga pinjaman ya Do, hehe.
Aldo: Haha, ya enggaklah. Gue
bukan rentenir.
Bagus: Kalau begitu yuk kita ke
kelas sekarang, matahari udah mulai menyengat nih.
Keempat siswa itu mulai terkena
pancaran sinar matahari pada tempat mereka berdiri, maka mereka memutuskan
untuk pergi ke kelas mereka, 12 IPA 3. Setelah beberapa langkah dan hendak
menaiki tangga ke lantai 2, Aldo merasa ketiga temannya tertinggal di belakang
maka ia menoleh.
Aldo: Woi, elu bertiga kok jalan
di belakang gue? Tadi di samping.
Bagus: Hehe, kan elu bos, Do.
Aldo: Nah, mulai lagi deh, elu
mau gue pecat sebagai teman ya, Gus?
Bagus: Eh, jangan dong Do, gue
bercanda doang.
Aldo: Makanya, jangan mulai lagi
bilang gue bos.
Heru: Lagian kami bertiga kan
bisa jadi bodyguard elu, Do.
Aldo: Bodyguard apaan, gue bisa
jaga diri sendiri kok.
William: Tuh lihat Do, di
beberapa anak tangga ada genangan air.
Aldo pun melihat pada tangga, dan
memang ada genangan air di beberapa anak tangga tersebut. Ia melihat asalnya
yang rupanya dari AC pada sisi kanan dan kiri tangga itu. Ia dapat melihat
mulai ada beberapa tetes air jatuh dari kedua AC yang menghembusi tangga ke
lantai 2.
Aldo: Wah, benar juga kalian. Ini
AC-nya kok pagi-pagi udah nyala? Biasanya kan menjelang siang.
Heru: Mungkin lupa dimatikan dari
kemarin, Do.
Bagus: Iya, bisa jadi begitu Do.
Soalnya kedua AC disini kan gak ada remote-nya, harus pencet tombolnya.
Aldo: Hmm, yaudah deh. Berarti
gue bisa sengaja jatuh biar menimpa kalian dong, hahaha.
William: Kalau elu sengaja, kami
bakal menghindar Do, hehehe.
Aldo memiringkan bibir, dan
ketiga temannya terkekeh. Mereka melanjutkan berjalan menaiki tangga dengan
hati-hati. Keempat siswa itu lalu menuju tangga ke lantai 3 yang tidak ada AC
di kedua sisi, dan langkah mereka lebih cepat dari tadi.
Tibalah Bagus, Heru, William, dan
Aldo di kelas 12 IPA 3. Mereka menuju bangku masing-masing, Aldo disambut Sinka
yang menutup buku pelajaran Sejarah.
Sinka: Tumben kamu baru datang,
Do.
Aldo: Iya Sin, tadi aku ngobrol
sama Bagus, Heru, dan William di parkiran.
Sinka: Memangnya kalian ngobrolin
apa? Bukan tentang cewek kan?
Aldo: Emm, bisa dibilang begitu,
soalnya kan mereka bertiga mau ngajak jalan cewek mereka sepulang sekolah.
Sinka: Oh, jadi kamu gak ikut?
Kan kamu bisa ajak kak Naomi jalan bareng mereka juga, mumpung kak Naomi minggu
depan baru mulai kuliah.
Aldo: Enggaklah Sinka, soalnya
mereka bilang mau triple date, kalau
aku ikut bukan begitu lagi istilahnya. Dan itu kan acara mereka bertiga, sama
Sonya.
Sinka memanggut-manggut, mereka
berdua pun mengalihkan perbincangan pada pelajaran Matematika, karena Sinka mau
menanyakan pada Aldo mengenai beberapa soal yang sulit.
Belasan menit kemudian jam
pelajaran pertama dimulai, yaitu pelajaran Fisika. Aldo mulai bertopang dagu
karena materinya dimulai dengan teori, dan baginya itu membosankan. Sinka
menyenggolnya sesekali agar tidak menguap.
~---------------------0-O-0---------------------~
Waktu istirahat pertama tiba,
Aldo mengeluarkan 2 lembar uang 10 ribu dari apitan buku pelajaran Biologinya,
Sinka yang melihat itu terkejut.
Sinka: Eh Aldo, kok kamu nyimpan
duit di buku sih?
Aldo: Hehe, biar berasa banyak
duit aja.
Sinka tertawa ringan mendengar
perkataan tunangan kakaknya itu, dan Aldo pun permisi ke kantin padanya. Aldo
bersama William melangkah pergi ke kantin, juga beberapa siswa dan siswi di
kelas itu.
Saat sampai di kantin, William
celingak celinguk hingga mendapati sosok Noella yang sedang makan sendiri pada
sebuah meja untuk 2 orang yang rapat dinding. Ia pun menuju ke sana karena
melihat Aldo sudah pergi ke stand makanan. William kini duduk di hadapan
pacarnya.
William: Hei sayang, tumben kamu
makan makanan berminyak.
Noella: Enggak kok, nasi goreng
ini gak terlalu berminyak. Kamu gak pesan makan?
William: Aku udah makan di rumah
kok tadi.
Noella memanggut-manggut dan
melanjutkan melahap sesendok nasi goreng. William kemudian bicara lagi padanya.
William: Kamu nanti sepulang
sekolah ada acara gak?
Noella: Enggak ada, sayang.
Memangnya kenapa, kamu mau ajak aku jalan?
William: Iya dong, tapi kali ini
beda loh.
Noella: Hah? Beda? Maksud kamu?
William: Nah, kali ini kita
langsung makan siang tanpa ganti baju lagi, dengan seragam sekolah aja. Jadi
kamu cuma perlu izin pada ortu kamu aja tanpa pulang dulu.
Noella: Hmm, makannya di tempat
biasa ya?
William: Bukan sayang, kita makan
di Hailbeam cafe. Kamu belum pernah makan disana kan?
Noella: Iya, aku belum pernah
makan disana, soalnya setahuku itu jauh dari sekolah ini, dan cukup jauh dari
rumahku juga.
William: Maka dari itu, kan
jarang kita pergi ke tempat makan yang jauh dari rumah kamu. Nanti kita bukan
berdua makannya, sayang. Soalnya ada 2 teman sekelas aku yang juga ngajak
pacarnya masing-masing.
Noella: Eh, jadi kita kencan
bareng 2 teman kamu, gitu?
William: Iya, kita triple date. Dua teman aku salah satu
ceweknya sekelas dengan kami, dan satu lagi dari kelas lain, baru 2 hari lalu
jadian. Kamu gak keberatan kan?
Noella: Enggak kok, aku setuju.
Berarti mereka juga pakai seragam sekolah dong?
William: Iya, kan kita langsung
jalan nanti. Memangnya kenapa?
Noella: Ya bagus aja, biar kamu
gak jelalatan kalau ternyata 2 cewek itu ganti baju dulu.
William: Yaelah, gitu amat kamu
curiga sama aku, sayang.
Noella: Hihi, habisnya kamu lain
daripada yang lain. Maksud aku isi pikiran kamu, hahaha.
William berkomat-kamit, pacarnya
menertawainya sebentar dan kembali melanjutkan makan.
Di meja lain, Shani beserta Ayana
dan Yupi juga sedang makan. Namun berbeda dengan Shani dan Ayana, Yupi makan
dengan pelan. Merasa heran, maka Shani dan Ayana pun menanyainya.
Ayana: Yupi, kok kamu kayak lagi
sedih sih?
Shani: Iya Yup, kalau kamu ada
masalah, cerita pada kami. Siapa tahu kami bisa bantu.
Yupi: Aku cuma kepikiran
nilai-nilaiku yang kurang tinggi. Soalnya aku butuh banget beasiswa penuh semester
depan.
Ayana: Hmm, kamu tiap hari
belajar ya Yup?
Yupi: Iya Ay, tapi tetap aja
kadang kalau udah ujian aku tiba-tiba lupa beberapa bagian yang kupelajari.
Shani: Mungkin kamu terlalu takut
ujian, Yup. Makanya kamu bisa lupa mendadak.
Yupi: Ya... aku gak tahu deh.
Nilai PKn-ku kemarin kayaknya jeblok deh.
Ayana: Sabar ya Yup, kamu bisa
mencoba untuk dapat nilai tinggi di ulangan PKn berikutnya.
Shani: Iya Yup, masih ada 2 kali
ulangan PKn lagi. Kamu pasti bisa kok.
Yupi mengangguk, ia tersenyum
tipis lalu melanjutkan makan. Saat sudah hampir selesai makan, Indra datang dan
duduk di sampingnya.
Indra: Hey sayang, kok lesu gitu?
Yupi: Eh, kamu rupanya Dra. Kamu
gak pesan makan?
Indra: Enggak, aku udah makan di
rumah kok tadi. Kamu kenapa makannya porsi kecil? Biasanya kan porsi sedang.
Shani: Dia lagi gak semangat
makan, Dra. Makanya tadi Yupi pesan yang porsi kecil.
Indra: Oh ya, bener itu Yup?
Yupi: Iya, soalnya aku kepikiran
ulangan PKn kemarin, kayaknya nilai aku jeblok deh.
Indra: Loh, memangnya kamu isi
jawabannya bagaimana?
Yupi: Aku isi jawaban yang
kuingat aja, dan 3 soal yang sulit kuisi seadanya.
Indra: Hmm, kalau begitu semoga
gurunya tidak pelit nilai.
Ayana: Gurunya gak pelit nilai
kok Dra, tapi suka lihat jawaban yang panjang dari lembar ujian para siswa.
Indra: Wah, jadi kamu ngisi
jawaban pada soal yang sulit gimana, Yup? Jawabanmu panjang atau pendek?
Yupi: Emm, aku ngisi jawabannya 3
kalimat aja sih. Soalnya gak kepikiran lagi.
Indra: Oh, yaudah tenang aja, kan
masih ada 2 kali ulangan lagi. Kamu bisa incar nilai tinggi kok.
Yupi: Tapi kan...
Indra: Sayang, kamu perlu
meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi ujian. Kalau kamu sudah belajar
maksimal tapi gak PD, kan hasilnya akan kurang maksimal. Jadi sebaiknya kamu
yakin pada kemampuan dirimu, aku akan selalu mendukungmu.
Yupi berpikir sejenak tentang
perkataan pacarnya, kemudian ia mengangguk pelan. Indra tersenyum padanya dan
Yupi juga balas tersenyum. Ketua kelas 12 IPA 3 itu mengelus pelan kepala Yupi,
sebagai rasa sayangnya pada gadis berponi itu. Ayana dan Shani senang melihat
teman sekelas mereka sudah tak murung lagi.
Sementara di kelas 12 IPA 3, Shania
merasa bosan dengan gosip selebritis yang kini dibahas kerumunan siswi kelasnya.
Ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar lantai 3 itu. Marsya juga
menyusulnya beberapa detik berselang.
Beberapa siswa dan siswi berlalu
lalang di lantai 3 itu, pemandangan yang tak asing bagi Shania. Namun tidak
begitu menurut seorang siswa yang duduk di bangku panjang dekat kelas 12 IPA 7.
Ia menyeringai, dan beranjak untuk mendekati Shania.
Marsya yang berada beberapa
langkah di belakang Shania dapat melihat kedatangan siswa itu, sedangkan Shania
tidak tahu karena ia tengah melihat ke dalam kelas 12 IPA 5 dimana ada adu
panco antar beberapa siswa kelas itu. Perhatiannya teralih ketika siswa yang
mendekatinya kini ada di hadapannya.
Shania: Kamu siapa ya?
Siswa: Karena kamu gak kenal aku,
maka kita kenalan dulu dong.
Shania mengernyitkan alis, namun
ia menyambut uluran tangan siswa itu. Mereka pun saling menyebutkan nama,
Shania melihat tag name siswa itu berbunyi ‘Fredi’ dan merasa pernah mendengar
nama tersebut.
Marsya yang tahu siapa Fredi pun
pura-pura tidak melihat mereka, ia mengeluarkan smartphone dari saku roknya
karena merasa temannya akan bertindak sesuatu yang bisa mengejutkan Fredi.
Marsya bersiap untuk merekam pembicaraan mereka dan juga aksi yang akan
dijalankan Fredi.
Pada saat bersamaan, Aldo baru
kembali dari kantin bersama William, mereka berdua melihat Shania bersalaman
dengan Fredi dan tentu heran. Beberapa detik kemudian Shania melepas salaman
itu karena Fredi mengelus-elus tangannya.
Shania: Ih, apaan sih kamu,
salamannya biasa aja dong.
Fredi: Oh maaf, maklum aku jarang
salaman dengan cewek.
Beberapa siswa dan siswi yang
berada di dekat mereka tidak menghiraukan Fredi meskipun mendengar pembicaraan
siswa kelas 12 IPA 7 itu dengan Shania.
Fredi mengagumi kecantikan
Shania, ia juga dapat melihat tahi lalat di dekat dagu Shania. Timbul niat
iseng dalam pikirannya, dan mulailah ia melakukan aksinya. Fredi mencolek dagu
Shania, namun sekaligus memencet di bagian tahi lalatnya seolah-olah mau
mendorong tahi lalat itu hingga hilang ke dalam dagunya Shania.
Shania tentu terkejut, dan merasa
marah. Namun ia menyunggingkan senyum pada Fredi. Aldo dan William yang melihat
itu pun heran, ditambah lagi keheranan mereka karena mendapati Marsya sedang
mengarahkan kamera handphone-nya ke arah Fredi dan Shania.
Aldo: Wil, itu si Marsya ngapain
ya?
William: Gak tahu nih Do, mungkin
merekam perbuatan Fredi biar disebar ke sosmed dan untuk mempermalukan si
Fredi.
Belasan detik lamanya Fredi
memencet tahi lalat itu, Shania tetap tersenyum. Fredi merasa siswi seperti
Shania beda dari siswi lainnya, ia berpikir kalau Shania senang diperlakukan
begini. Maka Fredi pun balas tersenyum padanya sambil mulai mengelus dagu
Shania dengan tangan kirinya dan jari jempolnya tetap lanjut memencet tahi
lalat itu.
Tiba-tiba Fredi merasa selangkangannya
dihantam sesuatu, saat ia melihat ternyata betis kaki kiri Shania yang hinggap.
Tangan kirinya pun berhenti mengelus dagu Shania, dan kaki kiri Shania sudah
kembali menapak pada lantai. Fredi terjatuh berlutut, dan beberapa detik
kemudian ia duduk di lantai sambil memegangi bagian selangkangannya yang sakit.
Aldo dan William terkejut melihat
itu, sedangkan Marsya berusaha menahan tawa karena masih mau merekam temannya.
Fredi memasang raut wajah heran melihat Shania yang masih tersenyum berkacak
pinggang. Raut wajah Shania lalu berubah menjadi ekspresi galak.
Shania: Rasakan itu, cowok freak! Lo baru kenalan aja udah berani
elus-elus dagu gue, huh! Pakai mencet tahi lalat gue juga, dasar gila.
Fredi: Aaarggg... dasar lo,
cewek.. keparat.
Shania tidak mempedulikan umpatan
siswa yang kini meringkuk itu, ia berjalan kembali ke kelas 12 IPA 3. Marsya
sudah tertawa ringan saat Shania berpapasan dengannya.
Shania: Eh, kenapa kamu tertawa,
Sya?
Marsya: Haha, muka cowok itu lucu
banget waktu kamu tendang itunya, hihih.
Shania: Loh, kamu tadi lihat ya?
Marsya: Iya dong, malahan tadi
aku rekam.
Shania: Ih kurang kerjaan deh
kamu, ngapain rekam aku segala.
Marsya: Hehe, kan bukan cuma kamu
yang terekam, cowok itu juga. Dan ada beberapa murid lain yang ikut terekam.
Shania: Hmm, terserah kamu deh,
jadi kamu mau sebarin ke internet?
Marsya: Iya dong, biar cowok itu
kapok karena akan ditertawain banyak orang.
Shania: Tapi nanti kalau dia tahu
kamu yang sebarin video itu, gimana? Entar dia balas dendam.
Marsya: Tenang aja Shan, aku
pakai akun facebook yang lain kok,
jadi gak akan ketahuan.
Shania memanggut-manggut,
kemudian Aldo dan William menghampiri mereka.
William: Wiiih, Shania, elu keren
banget tadi.
Shania: Keren apa maksudmu, Wil?
William: Ya itu tadi, elu nendang
selangkangan tuh cowok.
Shania: Oh gitu, jadi kamu juga
mau kutendang di situ, Wil?
William: Ya enggaklah, sadis amat
sih lu.
William memiringkan bibir, lalu
ditertawai Shania dan Marsya, Aldo terkekeh mendengar pembicaraan mereka
barusan. Setelah itu mereka berempat sama-sama kembali ke kelas 12 IPA 3.
~---------------------0-O-0---------------------~
Waktu istirahat kedua digunakan
Aldo untuk chatting dengan tunangannya. Ia kini duduk pada bangku panjang di
luar kelasnya.
Aldo: Hai beib, kamu lagi ngapain?
Naomi: Aku lagi nonton TV nih,
ada acara kartun favorit aku, Spongebob.
Awas loh kalau kamu ngeledekin aku.
Aldo: Haha, enggak kok Omi, aku
gak berniat ngeledekin kamu kok. Kan terserah kamu mau nonton apa aja, asal jangan
bokep.
Naomi: Ih, gak mungkinlah aku
nonton begituan. Kamu malah ngomongin bokep, berarti kamu pernah nonton ya?
Aldo: Ya pernah dong sayang, tapi
aku nontonnya juga gak sengaja, karena kena redirect
iklan internet.
Naomi: Hmm bener nih?
Aldo: Iya beneran, kenapa
memangnya?
Naomi: Enggak apa-apa, aku cuma
gak mau nanti kamu ngajak aku ‘praktek’ gara-gara nonton bokep.
Aldo: Buset, aku gak mungkin
begitu kok.
Naomi: Hihi bercanda beib, aku yakin kamu gak mungkin
terpengaruh hal yang tidak baik.
Mereka melanjutkan chat dengan
membahas hal-hal lain, misalnya teman-teman sekelas dulu yang juga banyak
mendaftar di ORACLE university, namun ada juga sebagian dari mereka yang bukan
berencana kuliah di ORACLE university.
Setelah bel berbunyi pertanda waktu
istirahat kedua habis, Aldo menyudahi chat-nya dengan Naomi dan segera masuk
kelasnya.
Waktu pelajaran terakhir di kelas
12 IPA 3 pun habis, dan guru pelajaran terakhir sudah keluar kelas itu.
Setelahnya banyak murid-murid juga keluar kelas, Bagus menyuruh Sonya duluan
dan menunggunya di parkiran motor karena ia mau berbicara dengan Heru dan
William. Mereka bertiga menghampiri bangku Aldo, ketika Sinka sudah pulang
juga.
Heru: Nah udah aman, Do. Pinjemin
kami duit.
Bagus: Kami kembaliin beberapa hari
lagi.
Aldo: Oke, bentar ya.
Heru, Bagus, dan William pun
menunggu Aldo mengeluarkan beberapa lembar uang dari 2 buku pelajarannya. Aldo
menyerahkan beberapa lembar uang 20 ribuan pada ketiga temannya. Mereka bertiga
menerima uang itu, dan William berbicara mewakili Heru dan Bagus.
William: Thank you ya Do,
sekarang kami mau langsung ke kafe itu.
Aldo: Ok, good luck guys.
Heru, Bagus, dan William
mengacungkan jempol pada Aldo, kemudian ketiga siswa itu juga keluar dari kelas
12 IPA 3, mereka menuju parkiran motor tempat pacar mereka menunggu. Beberapa
menit Aldo tetap duduk pada bangkunya di kelas itu sambil menikmati hembusan
AC, dan ia juga melamun sebentar.
Setelah beberapa menit melamun,
Aldo juga keluar dari kelas itu, ia menuju parkiran motor dan melihat hanya
tinggal sedikit motor yang masih terparkir, termasuk kepunyaannya. Pemuda itu
mulai melajukan motornya pulang setelah memakai helm.
Sesampainya di rumah, ia
memarkirkan motor di dekat pilar luar rumah. Aldo berjalan masuk ke dalam
rumahnya, dan menuju meja makan seperti biasa, ia tahu kalau kakaknya pasti
memasak makanan untuknya sebelum pergi kuliah. Namun kali ini ada yang berbeda,
Aldo melihat ada selembar kertas juga yang ditaruh di samping sepiring
spaghetti yang jadi makan siangnya. Karena penasaran ia pun membaca tulisan
tangan kakaknya.
“ALDO, Kakak harap kamu mau makan
spaghetti ini ya. Nanti sekitar jam setengah 5 sore baru Kakak pulang kuliah.
Selamat makan siang, Dek.”
Aldo mengernyitkan alis, ia tak
mengerti arti dibalik kalimat pertama yang ditulis Melody. Tanpa memikirkan
lebih lanjut, Aldo mulai menyantap spaghetti
buatan kakaknya. Sesudah menghabiskan makan siangnya, ia membawa piring itu ke
dapur dan mencucinya setelah lebih dulu meminum sebotol fruit tea yang belum
dibuka segelnya.
~---------------------0-O-0---------------------~
Pukul 4:42 sore, mobil Melody
sudah berhenti di depan rumahnya. Ia memarkirkannya di samping motor Aldo,
kemudian berjalan masuk ke dalam rumah.
Aldo sedang memainkan game Aveyond: The Lost Orb di laptopnya, dan
tiba-tiba mendengar suara pintu kamarnya diketuk. Ia tahu kalau kini kakaknya
sudah pulang, namun heran kenapa Melody mengetuk pintu kamar, karena biasanya
Melody langsung masuk ke kamarnya. Aldo men-save
permainannya, kemudian melipat layar laptopnya agar otomatis sleep. Ia lalu membuka pintu kamarnya
dan berpandangan dengan kakaknya.
Aldo: Eh Kakak udah pulang, kenapa
ya?
Melody: Kakak mau bicara sama
kamu, dek.
Aldo: Emm, maksudku kenapa Kakak
ketuk pintu, biasanya kan langsung masuk aja.
Melody: Kakak kira kamu masih
marah, jadi kamu mungkin akan lebih marah kalau Kakak langsung masuk kamar kamu
tanpa ketuk pintu.
Mendengar perkataan Melody, Aldo
pun tertawa ringan. Sehabis tertawa barulah ia bicara.
Aldo: Kakak aneh deh, kapan aku
pernah marah kalau Kakak langsung masuk kamarku tanpa mengetuk pintu?
Melody nampak berpikir sejenak,
kemudian lanjut bicara.
Melody: Emm benar juga sih, jadi
kamu gak marah?
Aldo: Marah? Kenapa aku harus
marah padamu, Kak?
Melody: Soal yang kemarin, dek.
Kamu memangnya gak marah?
Aldo: Oh, soal itu. Kalau aku gak
menggunakan akal sehat, pasti aku marah pada Kakak yang bisa berpikiran buruk
terhadapku. Tapi aku berpikir kalau hal itu wajar, Kak. Wajar kalau orang lain
bisa memiliki persepsi seperti itu meskipun kita bersaudara, soalnya kita
berbeda jenis kelamin, dan usia kita hanya terpaut 2 tahun, apalagi kita hanya
tinggal berdua di rumah ini.
Melody mendengarkan perkataan
adiknya dengan serius, dan Aldo pun lanjut bicara.
Aldo: Dan banyak media massa
memberitakan pergaulan remaja zaman sekarang yang mengarah ke hal-hal negatif,
juga tingkat kriminal yang berupa kejahatan jenis itu. Tapi aku yakin Kak,
kalau di sekolahku gak ada murid-murid yang terjerumus seperti itu. Jadi aku
juga tidak akan terjerumus pada hal begitu.
Melody: Hmm, Kakak minta maaf
padamu lagi, dek.
Aldo: Ssstt, Kakak jangan
mengucapkan kata maaf lagi, dan sebaiknya kita jangan bahas hal ini lagi, Kak.
Aku gak mau hubungan kita sebagai saudara rusak karena memikirkan hal ini.
Melody mengangguk, dan Aldo pun
tersenyum padanya. Lalu Aldo menanyakan sesuatu pada kakaknya.
Aldo: Oh iya Kak, aku gak
mengerti deh arti tulisan Kakak tadi, kata ‘harap’ pada kalimat pertamanya.
Melody: Jadi, kamu tadi makan
spaghetti-nya, Dek?
Aldo: Iya Kak, kenapa? Aku selalu
memakan masakan Kakak, tidak satupun aku tidak makan. Makanya aku heran kenapa
Kakak ‘berharap’ aku mau makan spaghetti itu, soalnya kan cuma itu makan
siangku yang Kakak sediakan tadi.
Melody: Emm, Kakak kira kamu
marah pada Kakak gara-gara semalam. Jadi Kakak pikir mungkin kamu makan
siangnya di luar.
Aldo: Hmm, kenapa Kakak bisa
berpikiran begitu?
Melody: Soalnya tadi kamu sarapan
paginya di sekolah kan, Dek. Kakak dengar suara motor kamu ketika kamu pergi ke
sekolah.
Aldo: Iya Kak, aku tadi sarapan
pagi di sekolah, soalnya aku kira Kakak tadi belum bangun.
Melody: Eh, Kakak tadi 10 menit
sebelum jam 6 pagi udah bangun kok. Kenapa kamu mengira Kakak belum bangun?
Aldo: Soalnya sekitar jam 6 lewat
10 menit aku udah siap berangkat ke sekolah, dan aku gak dengar suara Kakak
memasak di dapur. Memangnya Kakak tadi setelah bangun, ke kamar mandi lantai
bawah dulu?
Melody: Enggak kok Dek, Kakak
tadi langsung ke dapur, dan melamun sampai mendengar suara motor kamu.
Aldo: Oh, pantesan Kakak gak ada
suara, rupanya tadi kesambet.
Melody: Ih, sembarangan ngomong
kamu. Kenapa kamu ngira Kakak kesambet?
Aldo: Lah itu, Kakak tadi kan
melamun lama, kali aja kesambet.
Melody: Huss, asal ngomong aja
kamu, seneng ya kamu kalau Kakak kesambet, jadi Kakak gak bisa curiga pada kamu
lagi.
Aldo: Yaelah Kak, jelas aku gak
mau dong, aku barusan ngomong gitu kan karena Kakak melamun lama banget,
biasanya orang yang lama melamun kan bisa kesambet.
Melody: Iya, kalau Kakak
kesambet, mungkin kamu akan Kakak cakar-cakar seperti kuntilanak.
Aldo: Hehehe, peace Kak.
Melody: Hihihi.
Setelah itu Melody menuju
kamarnya di lantai bawah untuk berganti pakaian sedangkan Aldo kembali menutup
pintu kamarnya di lantai 2 itu, ia melanjutkan main game tadi.
~---------------------0-O-0---------------------~
Pagi hari berikutnya, Aldo baru
memasuki kelasnya dan heran melihat Heru, Bagus, William menunjukkan raut wajah
bahagia sambil duduk pada bangku panjang di dekat kelas 12 IPA 3. Setelah
menaruh tas di bangkunya, ia pergi ke luar menemui ketiga temannya. Aldo
melihat Heru, Bagus, William sepertinya melamun sambil senyum-senyum sendiri.
Ia pun menjentikkan jari di hadapan mereka sehingga mereka bertiga sadar.
Heru: Eh, elu udah datang, Do.
Bagus: Kenapa ya Do, elu mau
nagih hutang?
William: Jangan hari ini ya Do,
kalau elu mau nagih hutang. Soalnya kan kemarin kita udah sepakat kalau
beberapa hari lagi baru kami balikin duit pada elu.
Aldo: Ckckck, gue udah datang
barusan, kalian ngelamun sih, makanya gak tahu. Apa tampang gue ada seperti debt collector?
Heru: Enggak sih Do, elu gak
bertampang debt collector.
Aldo: Nah, makanya kalian jangan
sotoy, kan gue mau menyadarkan kalian dari lamunan.
Bagus: Ah, ganggu aja elu Do.
William: Iya nih, kami tadi lagi
asik melamunnya.
Aldo: Hahah, ada-ada aja elu bertiga, jangan-jangan kalian
ngelamun jorok ya? Terutama elu, Wil.
Bagus: Enggak kok Do, kami gak
melamun yang aneh-aneh.
William: Buset, gitu amat elu Do.
Beneran kok kami gak melamun yang aneh-aneh.
Aldo: Haha, jadi kalian barusan
ngelamunin apa?
Heru: Kami tadi cuma mengingat
kembali kencan kemarin, Do.
Aldo: Oh, itu, jadi gimana?
Sukses kan, buktinya kalian tadi senyum-senyum.
Bagus: Hehe, iya Do, thanks ya.
Aldo: Lah, untuk apa berterimakasih
pada gue?
Heru: Hehe, soalnya kan kemarin
elu udah minjemin duit pada kami, sehingga acara kencan kami bertiga lancar
deh.
William: Iya Do, elu lupa ya
kalau kemarin elu minjemin duit pada kami, haha, pikun deh elu.
Aldo: Ingat kok gue, tapi
sebenarnya kalau kalian mau kencan kan bisa minta cewek kalian ikut bayar juga.
Atau jangan-jangan kalian menganggap cewek kalian matre?
Bagus: Itu dia Do, kami gak
sedikitpun merasa cewek kami matre kok, lagian mereka gak pernah minta
macam-macam.
William: Kami cuma mau terlihat
keren, Do.
Aldo: Terlihat keren? Maksudnya?
Heru: Begini Do, kalau kami
ngajak mereka ke kafe itu kan kami terkesan keren, soalnya Hailbeam cafe kan
ratingnya paling tinggi daripada kafe-kafe lain di kota ini.
Aldo: Oh, gitu rupanya, ada-ada
aja kalian.
Bagus, Heru, dan William
terkekeh, kemudian mereka masuk kelas 12 IPA 3 bersama Aldo. Tak lama berselang
jam pelajaran pertama dimulai.
~---------------------0-O-0---------------------~
Siang hari pukul 11 di ORACLE
university, mobil Melody baru tiba di parkiran kampus. Ia keluar dari mobil dan
melihat motor ninja yang dikenalinya juga memasuki parkiran. Parkiran motor dan
mobil di kampus itu disatukan namun ada area tersendiri. Pengendara motor ninja
memarkirkan motornya di suatu spot yang kosong, dan ia melepas helmnya. Melody
tersenyum melihat orang itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Kalvin. Pemuda
itu menghampiri tempat Melody berdiri.
Kalvin: Hei sayang, tumben kamu
pakai high heel.
Melody: Hihi, aku lagi pengen
coba aja, soalnya udah lama gak dipakai.
Kalvin: Hmm, yuk kita ke kantin
dulu.
Melody mengangguk, ia tersenyum
ketika digandeng Kalvin. Mereka menuju kantin kampus, yang belum penuh bahkan
tidak sampai setengah tempat duduk disana terisi. Tak sulit bagi mereka untuk
menemukan tempat duduk, namun mereka memilih duduk bersama Ve dan Haruka yang
melambaikan tangan pada Melody. Kalvin tidak keberatan, karena ia sudah
mengenal teman-teman Melody dan hampir setiap kali mereka berdua ke kantin,
pasti duduk bareng dengan teman-teman Melody. Dan juga semua meja di kantin itu
adalah untuk 4 orang, tidak ada yang diperuntukkan hanya 2 orang. Kini Kalvin
dan Melody duduk di hadapan Ve dan Haruka, mereka saling menyapa.
Melody: Gimana, Ve? Semester 2
kemarin kamu dapat IP berapa?
Ve: Hihi, aku dapat 3,8 loh, kak
Melody. Lebih tinggi dari semester 1.
Melody: Yey, bagus dong,
pertahankan terus ya.
Ve: Iya kak Melody, pasti kok.
Kalvin: Wah, selamat ya Ve, Rendy
udah tahu atau belum?
Ve: Udah tahu sih, Kak. Tapi kak
Rendy cuma bilang ‘Hmm’ pas aku beritahu.
Haruka: Haha, abang kamu kok gitu
ya, Ve?
Ve: Gak tahu tuh, dia kayak gak
perduli deh.
Kalvin: Tunggu-tunggu, Ve. Kamu
waktu beritahu Rendy, dia lagi ngapain?
Ve: Aku lihat sih kak Rendy lagi
lihat diagram pie chart gitu deh, ada
angka-angkanya juga, entahlah, aku gak ngerti.
Kalvin: Haha, kalau gitu sih
berarti dia gak fokus dengar apa yang kamu omongin. Itu dia pasti lagi lihat
data perusahaan.
Ve: Hmm, benar juga sih.
Kalvin: Jadi kamu cuma ngomongin
itu? Terus kamu ada ngomongin hal lain gak?
Ve: Aku sehabis itu juga bilang
sih, makan malam udah siap. Kan aku baru selesai masak. Terus kak Rendy
langsung nutup layar laptopnya dan bilang mau makan malam.
Kalvin: Hahaha, dia rupanya masih
aja begitu.
Ve: Eh, memangnya dulu ketika SMP
dia begitu ya Kak?
Kalvin: Iya emang gitu abang
kamu, Ve. Masa kamu gak tahu sih?
Ve: Aku kan memang jarang ngomong
sama kak Rendy, soalnya dia lebih sering diajak ngobrol oleh Ayah kami. Aku gak
dengar apa yang mereka omongin, soalnya aku belajar pelajaran sekolah atau
dengerin musik di waktu luang. Jadi maksud kak Kalvin tadi apa, kak Rendy emang
gitu gimana?
Kalvin: Itu loh Ve, kan kamu
beritahu dia soal IP kamu dan dia cuma bilang ‘Hmm’. Terus kamu bilang makan
malam udah siap, dia langsung menghentikan aktivitasnya. Dulu aku dan dia
sewaktu ke kantin bareng teman-teman juga gitu, teman-teman cerita beberapa hal
terus tanya pendapat dia, dia cuma bilang ‘Hmm’. Terus kalau ditanya mau
ditraktir makan atau enggak, eh dia bilang ‘So pasti mau lah’. Jadi ya gitu,
teman yang traktir mengharuskan Rendy dengerin dulu yang dia omongin tadi.
Memang kalau soal makan, abang kamu selalu semangat, Ve, hahah.
Haruka dan Melody tertawa ringan,
begitu juga Ve yang tertawa sambil menutup mulutnya. Mereka berempat mengobrol
hal lain, namun Kalvin lebih banyak mendengar daripada menanggapi karena tidak
mengerti dengan obrolan 3 mahasiswi itu. Tak lama kemudian mereka memutuskan
untuk memesan makan siang dulu, Kalvin yang menawarkan untuk dititipi pesanan
karena ia juga mau melihat menu makanan apa saja yang ada. Sebab biasanya
Haruka yang mereka titipi pesanan jika sedang duduk berempat. Kalvin melihat
beberapa menu, dan ia memutuskan mau mencoba nasi uduk. Maka ia pun memesan
nasi uduk berikut dengan makanan pesanan Ve, Melody, dan Haruka. Setelah
selesai memesan, ia menunggu agar bisa langsung membawa nampan makanan. Sambil
menunggu, Kalvin melihat kantin mulai didatangi para mahasiswa dan mahasiswi
karena jam makan siang sudah dekat. Tak sengaja ia melihat Rendy yang baru
memasuki kantin diikuti oleh 3 mahasiswi. Ia tertawa melihat sikap gugup
temannya yang berhadapan dengan 3 orang cewek sekaligus. Semenit kemudian
makanan pesanannya dan makanan pesanan Ve, Melody, dan Haruka sudah siap
dihidangkan. Ia membawa nampan dengan 4 piring itu lalu berjalan perlahan kembali
ke tempat duduknya.
Mereka berempat mulai makan
siang, dan Kalvin sesekali melihat ke arah tempat Rendy duduk, ia tertawa dalam
hati setelah mengetahui Rendy sedang disuapi oleh 3 mahasiswi itu bergantian.
Setelah selesai makan siang, Kalvin permisi duluan pada Ve, Melody, dan Haruka.
Ia berniat bicara dengan Rendy karena tahu kalau 3 mahasiswi yang tadi bersama
Rendy sudah pergi dari kantin lebih dulu. Kalvin duduk di hadapan Rendy sambil
mulai tertawa.
Rendy: Oi Vin, ngapain elu
tertawa? Kesambet ya elu?
Kalvin: Hahah enggak Ren, lucu
aja ngelihat elu kikuk dengan 3 cewek tadi.
Rendy: Ckck, gimana gak kikuk,
mereka dari tadi bersikap seolah gue pacar mereka.
Kalvin: Hmm, jadi 3 cewek tadi
bukan pacar elu?
Rendy: Ya bukanlah, Vin. Gue gak
tahu kenapa mereka deketin gue, dan kayaknya mereka mahasiswi jurusan lain deh,
karena gue gak pernah lihat mereka di sekitar ruang kelas gue.
Kalvin: Yaudah, elu jadikan
mereka sebagai pacar aja.
Rendy: Yaelah, gak mau ah. Mereka
mungkin deketin gue karena ketampanan gue, atau ada maksud tersembunyi.
Kalvin: Haha, maksud tersembunyi
seperti apa emangnya?
Rendy: Ya... misalnya mereka
bertiga adalah mata-mata perusahaan saingan.
Kalvin: Oh gitu, yaudah elu tetap
hati-hati deh, kali aja dugaan elu bener. Soalnya biasanya zaman sekarang
mata-mata lebih banyak yang cewek.
Rendy: So pasti, gue akan
waspada.
Sekitar 10 menit kemudian mereka
berdua sama-sama pergi dari kantin untuk menuju kelas mereka yang berdekatan.
Ve, Melody, dan Haruka masih mengobrol sehabis selesai makan siang.
Di parkiran kampus itu, terlihat
2 orang siswi SMA seperti sedang menunggu seseorang.
TO BE CONTINUED...
By: E.D.
Komentar
Posting Komentar