GALLANT IMPACT, Chapter 26

Chapter 26: ‘Meeting’

Agar mengetahui siapa pemilik nomor yang kini miscall padanya, Ricky memutuskan untuk menerima miscall itu. Namun ia berniat tidak mengeluarkan suara sebelum pemilik nomor misterius itu berbicara lebih dulu. Kemudian Ricky mendengar suara seorang gadis di balik telepon.

Gadis: Halo, kak Ricky ya?

Ricky merasa heran, maka ia buka suara.

Ricky: Kamu siapa ya?

Gadis: Ini benar kak Ricky kan?


Ricky: Memangnya kalau iya, kenapa? Dan kalau bukan, kenapa? Kamu siapa sih?

Gadis: Ih, kak Ricky kok gitu sih. Aku Aurel, adiknya kak Fita.

Ricky: Eh, kamu Aurel ya? Hahah, maaf deh, aku kira orang asing sih. Terus kamu dapat nomor aku darimana?

Aurel: Aku dapat nomor kak Ricky dari kak Fita.

Ricky: Hmm, terus ada perlu apa kamu nelpon aku?

Aurel: Aku mau nanya nomornya Michelle pada Kakak, aku kangen pada Michelle soalnya udah lama gak ngobrol dengannya. Kak Fita kan cuma punya nomor kak Ricky, dan aku sekarang masih sekolah di luar kota jadi gak bisa ketemu Michelle.

Ricky: Oh, yaudah sekarang aku SMS-in nomornya pada kamu ya, soalnya sekarang aku udah mau makan malam nih.

Aurel: Ok Kak, thank you ya.

Ricky: Hmm, aku tutup telponnya ya.

Setelah itu sambungan telepon ditutup oleh Ricky, dan ia langsung mengirimkan SMS pada nomor Aurel untuk memberitahu nomor Michelle. Aurel juga mengucapkan terima kasih lagi pada Ricky lewat SMS. Ricky tersenyum membacanya, ia senang kalau Aurel akan kembali sering ngobrol dengan adiknya, seperti dulu ketika ia dan Fita sama-sama kelas 5 SD, kala itu Aurel dan Michelle masih TK.

Ricky menyusul ke kedai Pak Jono untuk makan malam, dilihatnya Anthony dan Sally sudah mulai makan saat ia tiba. Pemuda itu pun memesan makan, dan tak lama kemudian ia sudah dihidangkan makanan pesanannya oleh salah seorang pegawai kedai itu.

Malam tiba, pukul 10 lewat 17 menit Ricky sedang berada di toilet sehabis selesai shift kerja, ia mengeluarkan smartphone dari saku celananya, mencoba video call pada kekasihnya. Sekitar beberapa detik kemudian, Melody mengangkat video call tersebut dan mereka mulai berbicara sambil bertatap muka.

Melody: Halo Ricky, tumben kamu video call padaku.

Ricky: Halo sayang, hehe. Gimana, kamu tadi dapat kue ultah kan dari adik-adik kamu?

Melody: Iya, hihi. Kuenya buatan mereka sendiri. Tadi sore kedua orangtuaku juga video call padaku untuk mengucapkan selamat hari ultah.

Ricky: Eh, memangnya orangtua kamu bukan tinggal di rumah kalian para gadis?

Melody: Kamu lupa ya sayang, aku kan pernah bilang pada kamu kalau kedua ortu aku tinggal di luar kota.

Ricky: Oh iya, baru ingat hehe. Jadi mereka tinggal di kota mana, sayang?

Melody: Haha, dasar kamu pikun. Ayah dan Ibu aku tinggal di Bogor, untuk mengurus perkebunan teh milik mereka, meskipun banyak pegawai tapi tetap saja mereka perlu mengawasi juga. Kamu pernah minum kok produk teh dari kebun mereka, hihi.

Ricky: Hah? Memangnya merek teh-nya apa, Mel?

Melody: Hihi, ada beberapa sih perusahaan penghasil teh yang mengambil bahan baku daun teh dari kebun kedua orangtuaku. Salah satunya produk fruit tea, kamu kan sering minum juga.

Ricky: Oh itu, haha. Berarti aku beruntung dong, bisa meminum produk teh yang bahannya dari hasil kebun kedua ortu kamu.

Melody: Ahaha, kamu lebay deh sayang. Ngomong-ngomong kamu lagi dimana? Kalau aku lihat kok kamu kayak lagi di toilet?

Ricky: Iya, kan aku memang sekarang ada di toilet hotel. Aku baru selesai kerja, sayang.

Melody: Hmm, gitu ya. Oh iya Ricky, kemarin kamu belum mulai kerja ya? Soalnya aku heran biasanya siang hari kamu kan mulai kerja, tapi kemarin enggak.

Ricky: Nah, kamu betul, kemarin aku belum mulai kerja soalnya hari Minggu lalu Bos bilang kalau pembukaan kembali hotel ini diundur sehari, karena ada anak sulungnya yang baru pulang dari luar negeri untuk sekedar menikmati liburan kuliah dan ketemu keluarga.

Pasangan kekasih itu kemudian melanjutkan obrolan sebentar, setelahnya video call itu diakhiri. Ricky melanjutkan aktivitasnya, yaitu berganti pakaian dan kemudian pulang ke tempat kos.

Sesampainya di tempat kos, Ricky menyapa dokter Evan yang menonton TV, mereka berbincang sejenak lalu Ricky duluan ke kamarnya untuk istirahat. Tak lupa ia mengirim sebuah SMS pada Michelle untuk memberi kabar pada adiknya itu.

~---------------------0-O-0---------------------~

Pagi hari pun tiba lagi, di kediaman Veranda, terlihat Aaron sudah pamitan pada kedua kakaknya, ia pergi ke sekolahnya lebih awal karena ada tugas piket. Aaron pun berpapasan dengan Ega yang baru saja datang untuk menjemput Ve.

Aaron: Hai bang Ega, pagi.

Ega: Pagi Ron, owe lihat kok kamu kayak terburu-buru?

Aaron: Iya bang, soalnya hari ini aku dapat jadwal piket, untuk menyapu kelas bersama beberapa murid lain.

Ega: Loh, kamu kebagian tugas menyapu? Bukannya itu kerjaan para murid cewek seharusnya?

Aaron: Iya sih bang, tapi kan kelasku fleksibel, jadi tugas piket didapat dengan cara diundi, kebetulan aku dapat tugas menyapu. Buat aku sih untung aja, hehe.

Ega: Hah? Untung? Maksudmu gimana, Ron?

Aaron: Begini bang, aku lebih suka kebagian tugas menyapu daripada tugas membuang sampah, soalnya hidungku kadang sensitif jadi aku bisa bersin-bersin terus kalau mencium aroma sampah, apalagi sampah di kelasku seringkali baunya menyengat, kebanyakan bau bungkus makanan.

Ega: Oh gitu, hahah. Yasudah, kamu semangat ya mengerjakan tugas piketnya.

Aaron mengangguk sambil tersenyum, ia permisi pada Ega dan mulai menaiki motornya untuk menuju sekolahnya. Sementara itu Ega memencet bel rumah setelah memarkirkan motornya di tempat Aaron tadi. Beberapa detik berlalu, Ve membukakan pintu dan tersenyum menyambut kekasihnya. Ega juga membalas senyumannya, kemudian ia diajak masuk ke dalam rumah.

Di ruang tamu Ega menyapa Rendy, kemudian duduk di samping abang kekasihnya itu yang sedang membaca koran. Mereka berbincang sejenak, setelah itu Rendy pamit untuk ke kantor. Ega mengangguk, dilihatnya memang tadi Rendy sudah berpakaian rapi dan bagian koran yang dibacanya adalah tentang ekonomi dan keuangan. Maka Ega membaca koran itu juga, karena ia tadi sempat melihat Rendy tersenyum penuh sukacita memandang isi koran yang dibacanya itu. Setelah melihat seksama, Ega pun mengerti tentang hal di koran yang membuat abang kekasihnya itu senang. Tak lain dan tak bukan adalah peringkat saham di bursa efek kota itu, ternyata saham perusahaan tempat Ve bekerja naik peringkat dan nilai dari minggu lalu. Selagi asyik membaca bagian koran yang bertema olahraga, Ega mendengar suara langkah kaki yang mendekat, ia pun menghentikan aktivitas membaca koran dan melipat koran itu.

Terlihat oleh Ega kalau penampilan Ve agak beda dari biasanya, polesan lipgloss pada bibirnya dan rambut panjangnya yang diikat mampu memukau Ega hingga tidak berkedip hingga Ve menghampirinya dan duduk di sampingnya.

Ve: Kenapa, sayang? Kok kamu lihat aku sampai segitunya?

Ega: Oh, enggak apa-apa kok sayang. Owe cuma takjub aja, kamu terlihat lebih cantik dari biasanya.

Ve: Hihi, pagi-pagi udah gombal aja kamu.

Ega cengengesan, kemudian kembali bicara.

Ega: Sayang, owe mau nanya sesuatu deh.

Ve: Hmm? Kamu mau nanya apa?

Ega: Mata kamu rabun dekat atau rabun jauh?

Ve: Mataku rabun jauh sayang, memangnya kenapa?

Ega: Enggak apa-apa sih, tapi owe mau coba lihat deh kamu lepas kacamata sebentar.

Ve menuruti permintaan kekasihnya, ia perlahan melepas kacamata minusnya dan meletakkannya pada meja kaca di samping sofa tempat mereka duduk. Setelahnya kini Ega dan Ve bertatapan, jantung Ega berdegup sedikit lebih cepat kemudian ia kembali bicara.

Ega: Wow, kamu bertambah cantik 10%, sayang.

Ve: Ihihih, apaan sih kamu, memangnya kamu lebih suka lihat aku begini, tidak mengenakan kacamata?

Ega: Ya.... owe sebenarnya fine-fine aja sih kamu mengenakan kacamata atau tidak. Ngomong-ngomong kamu masih bisa melihat jelas sekitarmu dengan begini kan?

Ve: Iya sayang, kan aku rabun jauh, pertanyaan kamu aneh deh hihi.

Ega: Hehe, owe cuma mau memastikan aja sih.

Setelah itu hening, mereka hanya saling berpandangan sambil tersenyum. Kemudian perlahan pasangan kekasih itu saling mendekatkan wajah, hingga akhirnya mulai berciuman. Pertama kalinya Ega mencium kekasihnya yang tidak mengenakan kacamata, karena biasanya mereka berciuman dengan Ve masih mengenakan kacamata. Sekitar 4 menit lamanya berciuman, mereka pun melepas penyatuan bibir dan kembali tersenyum.
Ve kembali memakai kacamatanya, dan pasangan kekasih itu beranjak dari sofa untuk berangkat kuliah. Seperti biasa setelah Ve menyandarkan kepala pada pundak kanannya, Ega mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang untuk menuju universitas Patmangin.

~---------------------0-O-0---------------------~

Di koridor kampus Gedung Selatan, Ricky sedang menggandeng kekasihnya menuju kelas Fakultas Ekonomi di lantai 4, yaitu R2 kelasnya Melody. Beberapa pasang mata melirik pada Melody, Ricky tidak menghiraukan itu dan tak lama berselang mereka tiba di depan kelas yang dituju. Ricky mencium kening kekasihnya, Melody tersenyum padanya atas perlakuan itu dan pemuda itu membalas senyum kekasihnya. Setelah melihat kekasihnya duduk di bangkunya dalam kelas itu, Ricky pun berlalu dari Gedung Selatan menuju kelasnya di Gedung Timur.

Pukul 9 pagi di sekolah Tunas Bangsa, Michelle sedang berada di kantin menemani Yupi makan, Shani dan Shania mengobrol tentang pelajaran di kelas tadi. Michelle tidak memesan makanan karena tadi di rumah sudah sarapan pagi dengan masakan mbok Ijah. Kini Michelle hanya mendengarkan pembicaraan kedua temannya sambil melihat Yupi yang makan dengan lahap.

Pembicaraan Shani dan Shania terhenti karena mereka menyadari ada beberapa pasang mata murid cowok di kejauhan yang memandang pada meja tempat duduk mereka. Merasa risih, maka mereka beranjak dari tempat duduk dan Michelle menoleh pada kedua temannya itu karena heran.

Michelle: Eh, kak Shania, kenapa?

Shania: Aku dan Shani ke kelas duluan ya Chel, soalnya kami risih dipandangin cowok terus.

Michelle: Hah? Dipandangin cowok? Bukannya udah biasa ya?

Shani: Iya sih Chel, tapi yang kali ini orangnya bukan seperti sebelum-sebelumnya, mereka dari tim basket sekolah ini.

Michelle pun memanggut-manggut karena tahu kalau anak-anak tim basket memang jarang ke kantin, ia mengetahuinya dari beberapa murid cewek di kelasnya yang suka membicarakan para cowok di tim basket yang menurut mereka semuanya ganteng.

Shania: Chel, kamu temenin Yupi ya, biar dia gak diculik oleh cowok-cowok tim basket hihihi.

Michelle tertawa, begitu juga Shani sedangkan Yupi menggembungkan pipi sambil mengunyah makanan dan menatap kesal pada ketua kelasnya. Sudah beberapa kali Yupi diejek seperti itu, karena wajah imutnya memang mirip anak berusia 10 tahun. Sehingga kadang beberapa teman sekelas mereka juga meledek seperti itu, ‘anak kecil yang bisa jadi sasaran penculikan’.

Shani dan Shania berjalan menuju pintu keluar kantin, mereka sesekali melirik pada anak-anak tim basket itu dan terlihat mereka sudah tidak memandang ke meja tempat Michelle dan Yupi lagi, kecuali seorang murid cowok yang paling tampan dan sepertinya merupakan kapten tim basket. Anak-anak tim basket lainnya mengobrol sambil tertawa-tawa. Maka Shani dan Shania pun berlalu dari kantin menuju kelas sambil membicarakan tentang itu.

Shani: Kak Shania, kayaknya cowok-cowok tadi bukan memandang kita deh.

Shania: Iya, aku sependapat dengan kamu, Shani. Berarti mereka memandang Michelle dan Yupi dong.

Shani: Bisa jadi sih, tapi lebih spesifik mungkin Michelle.

Shania: Hmm, kok kamu bisa berpikiran begitu?

Shani: Soalnya gini, kak Shania. Kalau mereka memandang Yupi, itu gak mungkin deh, soalnya aku lihat arah mata salah satu dari mereka adalah pada Michelle.

Shania: Oh, cowok yang paling tinggi itu kan? Dia gak ikut dalam perbincangan teman-temannya, bisa jadi sih dia memang memandang Michelle.

Shani mengangguk, kemudian lanjut bicara.

Shani: Tadi aku juga sempat dengar sedikit pembicaraan teman-temannya itu, kayaknya mereka ngomongin Yupi deh.

Shania: Hah? Memangnya mereka ngomong apa tentang Yupi?

Shani: Kalau aku gak salah dengar, kayaknya mereka menertawai Yupi yang makannya banyak hihihi.

Shania pun ikutan tertawa, dan mereka berdua tiba di kelas 10 A. Sementara itu Yupi yang hampir selesai makan tiba-tiba bersin, dan Michelle mengeluarkan selembar tisu dari bungkus tisu di saku roknya, ia langsung memberikan tisu pada Yupi. Murid cowok yang dari tadi masih memandang Michelle tersenyum, sepertinya ia kagum pada Michelle. Teman-temannya yang asyik mengobrol pun menegurnya karena sedari tadi terus memandang Michelle. Mereka pun bersorak Cie-Cie yang ditanggapi siswa SMA itu dengan cengengesan. Alasan mereka bersorak adalah karena temannya itu yang memang merupakan kapten tim basket sudah lama tidak begitu serius memandang cewek, karena beberapa bulan menjomblo.

Michelle dan Yupi pun beranjak dari tempat duduk mereka untuk menuju kembali ke kelas 10 A, rombongan tim basket diam-diam mengikuti mereka berdua, sepertinya kapten basket ingin tahu dimana kelas Michelle. Kedua gadis kelas 1 SMA itu tidak mengetahui kalau ada yang membuntuti mereka, dan anak-anak tim basket pun mengikuti dengan tidak membuat curiga siswa-siswi lain yang berlalu lalang. Saat melihat Michelle dan Yupi masuk kelas 10 A, si kapten basket tersenyum.

~---------------------0-O-0---------------------~

Suasana ramai seperti biasa meliputi area kantin Gedung Utara di universitas Patmangin. Ricky yang hendak menemui kekasihnya di kantin itu sedang celingak-celinguk, namun tidak melihat keberadaan Melody. Dipikirnya mungkin Melody belum datang, kemudian seseorang menepuk pundaknya dari belakang, spontan pemuda itu menoleh.

Ricky: Eh Jeffrey, kenapa elu?

Jeffrey: Ky, akhirnya datang juga elu, yuk kita gabung Jonathan dulu, udah lama kan kita gak meeting.

Ricky: Meeting apaan Jef?

Jeffrey: Tuh kan, elu udah lupa. Makanya sekarang ikut gue, lihat tuh Jonathan sedang ngomong sama bodyguard-nya tentang hal yang jadi topik meeting kita dulu di sekolah.

Ricky masih tidak mengerti, ia memutuskan untuk mengikuti Jeffrey menuju meja tempat Jonathan dan Agus yang sedang terlibat pembicaraan mengenai sesuatu. Saat sudah dekat, barulah Ricky mengetahui apa yang dibicarakan oleh Jonathan dan Agus, yaitu tentang klub sepakbola Eropa.

Jonathan: Eh Ky, Jef, akhirnya datang juga elu berdua.

Jeffrey: Jo, ini si Ricky lupa tentang meeting kita di sekolah dulu.

Ricky: Meeting apaan sih? Biar gue tebak, berhubungan dengan sepakbola ya?

Jonathan: Ckckck, emang iya Ky, parah banget elu, meeting bisa lupa, mentang-mentang udah punya pacar.

Ricky: Hehe sorry-sorry Jo, tapi beneran deh gue memang lupa, dan kayaknya gak ada hubungannya dengan gue punya pacar atau enggak, karena setelah lulus sekolah kan gue diusir dari rumah, dan pikiran gue setiap hari adalah hampir semua tentang perencanaan penggunaan duit.

Jonathan: Hmm, benar juga sih, yaudah deh. Bang Agus, beritahu Ricky apa maksud saya dengan meeting.

Agus: Siap den Jo!

Ricky: Eh, memangnya bang Agus tahu?

Agus: Tahu dong den Ricky, saya barusan diberitahu den Jo. Jadi begini, meeting kalian itu kan membahas tentang klub-klub di benua Eropa yang berlaga di tingkat regional.

Ricky: Hmm, saya masih kurang ingat deh bang Agus.

Agus: Itu loh, liga Champions.

Ricky: Oh, itu rupanya, hahaha.

Jonathan dan Jeffrey menggeleng-geleng, kemudian Ricky dan Jeffrey duduk juga di meja untuk 4 orang itu.

Ricky: Jadi gimana Jo, tim favorit gue udah juara atau belum?

Jonathan: Ya belumlah, monyong.

Jonathan memasang muka masam pada Ricky, dan Ricky pun tertawa meskipun tidak mengerti kenapa reaksi temannya seperti itu.

Ricky: Haha, kok elu sewot gitu sih Jo?

Jeffrey: Ricky, wajar lah si Jo sewot, karena elu mengungkit kekalahan tim favoritnya yaitu dikalahkan tim favorit elu ahaha.

Ricky: Hahahah, memangnya tim favorit elu apa ya Jo? Gue lupa nih, dan babaknya perempat final ya?

Jonathan: Bukan, babak perempat final kan bulan depan, jadi minggu lalu baru selesai babak 16 besar.

Jeffrey: Elu pasti lupa juga kan Ky, kalau Jonathan punya 2 tim favorit yang beda negara.

Ricky: Gue sih ingatnya Inggris dan Italia, benar gak Jo?

Jonathan: Iya, dan untungnya salah satu tim favorit gue lolos ke babak perempat final, hahaha.

Ricky: Memangnya tim apa itu, Jo?

Jonathan: Ckckck, tim favorit gue yang dikalahkan tim favorit elu adalah Manchester City. Kalau tim favorit gue yang lolos ke babak 8 besar adalah Juventus.

Ricky: Oh iya, ahaha. Jef, kalau tim favorit elu gimana? Lolos ke babak 8 besar juga atau KO?

Jeffrey: Muke elu KO, tim favorit gue itu kan pernah KO-in tim favorit elu, jadi pastinya lolos lah karena berhadapan dengan tim lain di babak 16 besar!

Ricky pun memasang muka masam pada Jeffrey, ia sepertinya tahu maksud dari perkataan Jeffrey yang kini terkekeh. Jonathan dan Agus pun ikut terkekeh, lalu Ricky lanjut bicara.

Ricky: Jadi gimana, hasil drawingnya tim favorit gue ketemu lawan yang bagaimana?

Jeffrey: Hasilnya yang pasti tim favorit gue maupun Jonathan belum ketemu tim favorit elu sebagai lawan di babak delapan besar.

Jonathan: Tim favorit elu lawannya di perempat final adalah tim asal Prancis, Ky. Tepatnya tim favoritnya Edric.

Ricky: Wow, tapi sejak kapan Edric punya tim favorit asal negara Prancis?

Jonathan: Sebenarnya sih si Edric mendukung tim itu karena ada pemain favoritnya aja.

Ricky: Oh pantes, hehehe.

Mereka berbincang sejenak, kemudian Ricky permisi pada teman-temannya untuk menemui Melody. Jonathan dan Jeffrey menyindirnya dengan menggeleng-geleng kepala, Ricky hanya tertawa menanggapi sindiran itu. Yaitu sindiran padanya yang lebih mengutamakan bersama kekasih daripada teman, namun Ricky tahu kalau kedua temannya itu hanya bercanda. Karena dulu di masa SMA baik Jonathan maupun Jeffrey juga melakukan hal yang sama, Ricky dan teman-teman sekelas memaklumi hal itu.

Melody sedang meminum fruit tea botol, ia lalu melihat kekasihnya datang menghampirinya. Ricky pun duduk di sampingnya dan ia baru saja selesai meminum seteguk fruit tea itu.

Ricky: Hai sayang, kamu gak pesan makan?

Melody: Enggak, aku udah makan kok di rumah tadi. Kamu sendiri gak makan, sayang?

Ricky: Bentar dulu deh, kamu tumben minum fruit tea?

Melody: Soalnya lagi haus banget nih, sayang, makanya aku milih fruit tea.

Ricky: Hmm, yaudah aku pesan makan dulu ya Imel.

Melody mengangguk sambil tersenyum pada kekasihnya, Ricky beranjak pergi memesan makanan. Beberapa menit kemudian Ricky sudah kembali dengan membawa sepiring nasi uduk, juga minumannya jus jeruk.

Melody mengamati Ricky makan, kemudian ia seperti merasa penasaran pada makanan yang kekasihnya makan dengan lahap. Ricky menyadari sikap kekasihnya.

Ricky: Kenapa, Melon? Kamu mau coba ya?

Melody: Eh, enggak. Kamu makan aja, nanti kalau kamu bagi aku jadinya kamu gak cukup makan.

Ricky: Hahah, gak apa-apa kok sayang. Atau...

Ricky mendekatkan wajah pada Melody, ia berbisik pada kekasihnya.

Ricky(berbisik): Atau kamu gak mau makan karena sendoknya sudah kena air liurku?

Melody wajahnya memerah, ia tertawa ringan dan merespon perkataan kekasihnya.

Melody: Hihi, enggak begitu kok sayang.

Ricky: Yaudah, kamu coba deh nasi uduk ini. Kamu pasti belum pernah makan nasi uduk kan?

Melody mengangguk sebagai jawaban pada Ricky, kemudian pemuda itu mulai menyuapi satu sendok nasi uduk pada kekasihnya. Setelah Melody selesai mengunyah, Ricky pun bertanya.

Ricky: Gimana, nasi uduk-nya enak kan?

Melody tersenyum dan mengangguk, kemudian Ricky lanjut menyuapi nasi uduk itu padanya. Setelah 5 sendok tambahan yang dilahapnya, barulah Melody buka suara.

Melody: Eh sayang, kok jadinya aku yang makan? Hihihi.

Ricky: Oh, enggak apa-apa, kamu mau lagi gak nasi uduknya?

Melody: Enggak deh, kamu aja yang lanjut makan, sayang, aku samar-samar dengar bunyi perut kamu loh tadi.

Ricky cengengesan, ia pun lanjut memakan sisa nasi uduk sampai habis. Melody meminum lagi beberapa teguk fruit tea untuk memperlancar pencernaannya karena baru saja memakan 6 sendok nasi uduk.

Sementara di meja lain, Amelia dan Fita sedang bercakap-cakap sehabis makan semeja pada meja untuk 2 orang yang rapat dinding dan posisinya agak jauh dari tempat Ricky dan Melody berada.

Amelia: Jadi bener ya, Fita? Kamu pernah naksir Ricky?

Fita: Iya Amel, aku naksir dia sewaktu kelas 6 SD setelah dia mengucapkan janji akan menikahiku, hihi.

Amelia: Hahaha, kalian berarti polos banget.

Fita: Namanya juga anak kecil, hahah. Tapi aku senang sekarang dia bisa punya pacar baru lagi.

Amelia: Hmm, memangnya kamu gak naksir lagi pada dia?

Fita: Hihi, enggak lagi kok, aku cuma nganggap dia teman biasa. Kalau kamu sendiri, hayoo.

Amelia: Ih apaan sih haha, kok jadi aku.

Fita: Habisnya kan kamu dekat dengan dia, kamu dulu SMA sekelas dengan Ricky kan?

Amelia: Iya, dan aku sempat naksir dia sewaktu di SMA. Tapi cuma sebentar aja, karena aku langsung ilfeel pada dia sewaktu mendengar dia ikut dalam pembicaraan mesum.

Fita: Eh, pembicaraan mesum maksud kamu?

Amelia: Jadi gini, Ricky kan ketika SMA suka gabung di bangku belakang kelas dengan murid cowok lainnya di kelasku, biasalah ngobrol-ngobrol layaknya sebuah geng.

Fita: Hmm, terus?

Amelia: Nah, aku sempat dengar pembicaraan para cowok mula-mula ringan tapi lama-kelamaan jadi berat alias bersifat mesum.

Fita: Mesumnya kayak gimana?

Amelia: Ya kayak ngomongin tentang bokep deh, pakai ngebahas ukuran body artisnya juga.

Fita: Hahah, jadi Ricky ikut-ikutan?

Amelia: Iya, dia mulanya sih cuma dengar aja tapi ujung-ujungnya dia juga ikut membicarakan itu, dan ekspresi mukanya itu khas cowok mesum deh.

Fita: Ihihi, jadi kamu mulai ilfeel ketika itu?

Amelia: Ya gitu deh Fit, jadi aku nganggap dia kayak teman biasa aja deh, gak naksir lagi. Dan aku jadi tahu kalau dia bisa terpancing untuk hal-hal mesum. Bahkan dia pernah mau mesumin adik aku.

Fita: Eh, kamu punya adik perempuan ya?

Amelia: Iya, dia kelas 2 SMA sekarang. Kenapa, Fit?

Fita: Hihi, enggak apa-apa kok. Aku juga punya adik perempuan, sekarang kelas 1 SMA tapi sekolahnya di luar kota.

Amelia: Emm, kalau aku gak salah ingat, Ricky pernah bilang kalau kamu dulu pindah ke luar kota ya? Jadi kamu balik kesini untuk kuliah atau untuk ketemu Ricky lagi?

Fita: Itu benar kok, Amel. Aku memutuskan kuliah disini sebenarnya memang pengen ketemu Ricky lagi, tapi itu setelah aku dipindahtugaskan dari tempat aku bekerja sewaktu akhir kelas 3 SMA.

Mereka berdua kemudian membicarakan hal lain hingga waktu istirahat berakhir.

~---------------------0-O-0---------------------~

Waktu istirahat kedua sudah berakhir di sekolah Tunas Bangsa tepat pukul 11 siang, Sinka yang berada di luar kelasnya kini sedang menelpon seseorang dan sepertinya akan selesai pembicaraannya.

Sinka: Kak Omi, jangan lupa nanti diminum vitamin-nya ya. Dan ingat nanti sehabis makan siang langsung istirahat, alias tidur sampai sore.

Naomi: Iya Dudutku sayang, kamu gak usah khawatir. Barusan Kakak dengar suara bel sekolahmu, berarti waktu istirahat selesai kan? Kamu cepat masuk kelas, udahan dulu ya.

Sinka: Oke Kak, bye.

Pembicaraan di telpon itu berakhir, Sinka tadi sengaja menelpon kakaknya untuk mengingatkan agar Naomi memanfaatkan waktu cuti untuk tidur siang. Sinka tahu kini kakaknya masih memiliki kantung mata yang cukup dapat terlihat jelas ketika ia video call pada Naomi beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Minggu lalu. Orang yang mengangkat telpon ketika itu adalah Elaine, karena gadis itu mendengar beberapa kali smartphone Naomi berdering. Mengetahui siapa yang menelpon maka ia tanpa ragu menerima video call itu dan memperlihatkan pada Sinka keadaan Naomi yang sedang tidur, matanya masih berkantung dan botol kecil berisi kapsul-kapsul vitamin yang ada di meja dekat tempat tidurnya masih tersisa setengah, padahal menurut perkiraan Sinka seharusnya sudah habis.

Sinka masuk ke kelasnya dan duduk di bangkunya, yaitu disamping Elaine.

Elaine: Jadi, sebenarnya kak Naomi sakit apa, Sinka?

Sinka: Kak Naomi tuh kena insomnia ringan, jadi kadang dia gak bisa tidur lebih dari 4 jam, apalagi kalau banyak beban pikiran. Makasih ya Len, kamu mau memberitahu aku keadaan kakakku.

Elaine: Sama-sama Sinka, aku udah nganggap kak Naomi layaknya kakak aku kok, soalnya aku kan anak tunggal di keluargaku.

Mereka kembali berbincang sebentar tentang Naomi, Elaine sepakat untuk ikut mengingatkan Naomi agar teratur minum vitamin dan memanfaatkan waktu cuti sehari yaitu hari ini untuk tidur siang. Sesudah itu seorang guru masuk ke kelas itu, kedua gadis SMA itu mengikuti pelajaran seperti biasa.

Pukul 12 siang di universitas Patmangin, Ricky berjalan ke Gedung Selatan untuk menjemput Melody, ia berniat mengantarkan kekasihnya itu ke butiknya. Namun baru sampai lantai 2, Ricky melihat 2 orang mahasiswi yang baru keluar dari ruangan R5. Ketika sudah dekat, barulah Ricky mengetahui bahwa 2 orang mahasiswi itu adalah Stella dan Naomi. Ricky melihat kejanggalan, yaitu Stella yang memegangi pundak Naomi seolah membantunya berdiri.

Ricky: Hai Stella, ini Naomi kenapa?

Stella: Eh, kebetulan ada kak Ricky. Ini loh, Naomi agak pusing kepalanya. Kak Ricky antar dia pulang ya, kemarin dia ngambil cuti untuk hari ini agar bisa istirahat penuh sehabis kuliah.

Ricky: Waduh, memangnya dia sakit apa?

Stella: Tadi Naomi bilang pada aku sewaktu aku tanya, dia bilang sih kurang tidur beberapa hari belakangan, jadi cuma butuh istirahat, bukan sakit.

Ricky: Hmm, gimana ya?

Pemuda itu mau saja mengantarkan Naomi, namun ia masih mempertimbangkan hal itu. Bukan karena takut terlambat kerja, tetapi tidak mau Melody salah paham jika tahu. Beberapa detik berpikir, ia lalu mendengar suara kekasihnya memanggil namanya maka ia pun menoleh dan mendapati Melody berjalan perlahan menghampirinya yang sedang bersama Naomi dan Stella.

Ricky: Ah, kebetulan kamu datang, Mel.

Melody: Kenapa, sayang?

Ricky: Ini loh, aku mau ngantar Naomi pulang, dia mau istirahat di tempat kos karena hari ini cuti.

Melody: Hmm, yaudah antar aja.

Ricky: Beneran nih, memangnya kamu gak cemburu?

TO BE CONTINUED...


By: E.D.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Between Dream And Reality, Part 12

GALLANT IMPACT, Chapter 25

GALLANT IMPACT, Chapter 29