Between Dream And Reality, Part 15

Part 15: Being superior

Aldo kini tengah berpikir mengenai wajah Sisca yang mirip seseorang yang ia kenal.

Aldo(berpikir): Ah, iya! Ternyata Sisca ada kemiripan dikit dengan Nabilah. Bedanya kalau Sisca tonggos, Nabilah enggak. Terus Sisca lebih imut, karena Nabilah kan garang hahaha.

Tanpa disadari Aldo, seorang siswi menepuk pundaknya dari samping. Aldo pun menoleh ke samping tempat duduknya.

Aldo: Eh, Rona, kapan kamu disini?

Rona: Barusan, kamu ngapain sih senyam-senyum sendiri? Aku kirain kamu kesambet.

Aldo: Iya, aku kesambet cinta kamu ahahaha.

Rona: Oh, gitu. Aku aduin Naomi deh nanti.

Aldo: Eh, jangan dong. Please ya, aku cuma bercanda tadi.

Rona: Hihi, makanya jangan ngomong seperti itu terus.

Aldo: Hehe, habis kamu nanya aku kesambet atau enggak. Kalau aku kesambet, aku gak mungkin ingat nama kamu.

Rona: Hmm, jadi tadi kenapa kamu melamun sambil senyum-senyum sendiri?

Belum sempat dijawab Aldo, bel berbunyi yang artinya waktu istirahat pertama sudah berakhir. Baik Rona maupun Aldo langsung pergi meninggalkan kantin, Aldo bersyukur karena ia tidak perlu menjawab pertanyaan Rona.

Di saat istirahat kedua, Shania berniat ke kantin. Baru saja melangkah keluar beberapa meter dari kelas 11 IPA 3, Aldo memanggilnya.

Shania: Iya, Aldo. Kenapa?

Aldo: Aku nemenin kamu ke kantin ya.

Shania: Eh, kenapa? Hmm.... kamu mau modusin aku ya?

Aldo: Enggak kok. Aku cuma mau tanya satu hal aja.

Shania: Apa itu?

Aldo: Nanti aja deh ya, yang pasti bukan modus.

Shania: Oke deh, yuk.

Mereka berjalan berdampingan, Aldo memberitahu Naomi lewat SMS sebelum mendekati area kantin.

Aldo: Omi sayang, aku lagi jalan sama cewek lain ke kantin nih, ada urusan.

Naomi: Siapa? Kamu gak selingkuh kan?

Aldo: Enggaklah, lagian kalau aku selingkuh mana mungkin aku terang-terangan beritahu kamu. Jangan cemburu ya, aku nanti akan beritahu kamu apa urusannya. Tapi aku sekarang nemenin cewek itu dulu ke kantin. Namanya Shania, dia salah satu anggota OSIS dari kelasku.

Naomi: Oh, yaudah deh. Have fun ya ‘selingkuh’nya hihihi.

Aldo tertawa kecil melihat chat terakhir Naomi itu yang pastinya bercanda, karena ada tanda kutip.

Sesampainya di kantin, Shania memesan spaghetti kemudian duduk di satu meja untuk 2 orang. Sambil menunggu, ia pun bertanya pada Aldo.

Shania: Aldo, kamu gak makan?

Aldo: Oh, aku sudah makan di rumah tadi.

Shania: Hmm, jadi kamu mau nanya hal apa padaku?

Aldo: Begini, kamu pernah punya anjing gak?

Shania: Eh, kok kamu tiba-tiba nanya begitu, Do?

Aldo: Jawab aja dulu, aku pengen tahu.

Shania: Enggak pernah, aku dari dulu gak pernah melihara anjing tapi aku paling suka hewan itu untuk jadi peliharaan.

Aldo(berpikir): Hmm... ternyata Shania di kehidupan mimpiku beda dengan Shania di sini. Apa mungkin karena dia pacarku di mimpi, jadi memang pernah melihara anjing kalau di mimpiku. Ah... lebih baik aku tidak memikirkan ini lagi.

Shania melambaikan tangan di depan Aldo yang dilihatnya bengong.

Aldo: Eh, ada apa Nia?

Shania: Kamu kok bengong sih? Eh, barusan kamu manggil aku apa?

Aldo(berpikir): Waduh, mampus nih, aku keceplosan memanggil dia seperti di mimpi.

Shania: Hei, bengong lagi.

Aldo: Enggak apa-apa kok, aku tadi gak sengaja manggil kamu seperti itu, maaf ya Shan.

Shania: Hihi, bagus kok kalau kamu punya panggilan sayang buat aku.

Aldo: Eh, beneran tadi spontan aja, aku kalau disadarkan dari lamunan kadang-kadang spontan manggil nama orang jadi lain.

Shania: Jadi, kenapa kamu mengira aku pernah melihara anjing?

Aldo: Ya aku mau tahu aja, kamu kan sering kesepian di rumah, siapa tahu kamu pernah melihara anjing.

Shania: Oh, gitu ya. Aku gak gitu-gitu amat kok kesepiannya, kan Marsya sahabatku kadang-kadang main ke rumahku atau ngajak aku jalan-jalan. Kamu kenapa kok perhatian padaku, mau modus ya hihihi.

Aldo: Hehe, kan udah kubilang tadi bukan modus. Aku kan udah punya pacar, ini aku cuma mencoba menganalisis sifat kamu karena kita kan pernah ‘musuhan’.

Shania: Kalau soal itu, aku benar-benar minta maaf ya, Do.

Aldo: Yaudah, lupain aja. Kan udah berlalu, jadi gak usah dibahas lagi ya.

Shania mengangguk sambil tersenyum pada Aldo, kemudian pegawai kantin mengantarkan pesanan Shania. Aldo menunggu Shania selesai makan sambil chat dengan Naomi.

Aldo: Sayang, aku sudah selesai nih urusannya dengan Shania.

Naomi: Jadi gimana ‘selingkuh’nya?

Aldo: Ckck, kan udah kubilang tadi bukan selingkuh, cuma nemenin dia ke kantin.

Naomi: Ada gerangan apa kamu nemenin cewek ke kantin?

Aldo: Aku punya 2 alasan yang berbeda, alasan bohong dan alasan jujur. Kamu mau tahu yang mana dulu?

Naomi: Alasan bohong dulu deh.

Aldo: Jadi gini, aku mau melindungi Shania dari Fredi dan Joe, kamu tahu kan 2 orang itu?

Naomi: Iya, aku tahu ‘sepak-terjang’ mereka, Stella dan Sonia pernah cerita. Kamu udah kenal dengan mereka?

Aldo: Ya gitu deh, Omi. Aku kenal mereka juga karena Frieska dan 2 temannya pernah digangguin mereka.

Naomi: Jadi sekarang kamu melindungi Shania, emangnya Fredi dan Joe ada di kantin?

Aldo: Kalau aku lihat sekeliling kantin sih, enggak ada. Lagipula itu tadi kan alasan nemenin Shania yang bohong, Omi.

Naomi: Oh iya, jadi yang jujur apa?

Aldo: Sejujurnya sih, aku cuma mau nanya 1 hal pada dia, itu aja sih.

Naomi: Kamu nanya apa pada dia? Jangan bilang kamu mau dia jadi ‘pacar simpanan’ kamu.

Aldo: Ih, kamu kok jadi mengada-ada sih Omi. Tentu bukan dong, hal itu gak ada hubungannya dengan kita.

Naomi: Hihi, jadi apa yang kamu tanyakan pada dia?

Aldo: Cuma nanya sih, dia pernah melihara anjing atau enggak. Aku nanya itu kan karena dia pernah menganggap aku ‘musuh’.

Naomi: Terus apa hubungannya kalau Shania pernah nganggap kamu ‘musuh’?

Aldo: Gini ya Omi, Shania kan pernah menganggap aku musuh jadi aku cuma mau menganalisis aja kenapa sifat dia seperti itu. Ternyata dia anak tunggal di keluarganya, dan dia gak tahu sebab detailnya aku gak naik kelas.

Naomi: Oh, gitu ya. Jadi sikap dia ke kamu gimana sekarang?

Aldo: Ya tentu gak ada ‘aura permusuhan’ lagi dong, Omi. Aku sih gak tahu kenapa dia bisa mengetahui sebab detailnya aku tidak naik kelas waktu itu. Tapi baguslah, aku juga lebih nyaman sekarang di kelas.

Naomi: Hmm, jadi dia ada tanda-tanda suka pada kamu gak?

Aldo: Kalau aku lihat sih enggak. Tapi kamu tenang aja, kalau dia nantinya suka padaku, aku gak akan mungkin membalas perasaan dia. Because I Love You.

Naomi: Ah... I Love You too. Oh iya, bentar lagi bel. Kamu nanti jangan lupa balik ke kelas, bareng Shania juga biar dia gak diganggu Fredi dan Joe.

Aldo: Itu pasti sayang, udahan dulu ya.

Chat terakhir Aldo itu hanya dibaca oleh Naomi yang kini tengah duduk pada bangku panjang di luar kelas 12 IPA 5. Kebetulan Stella dan Sonia dari tadi menemaninya duduk, dan mereka melihat percakapan itu.

Stella: Jadi, Aldo sudah tahu soal Fredi dan Joe ya, Mi?

Naomi mengangguk, kemudian Sonia bertanya.

Sonia: Kak Naomi, Frieska itu siapanya kak Aldo?

Naomi: Itu loh Sonia, gadis yang berdiri di dekat kak Melody dan Aldo ketika pemakaman kedua orang tua mereka.

Stella: Gadis itu yang agak mirip dengan kak Melody kan?

Naomi mengangguk lagi, kemudian lanjut bicara.

Naomi: Frieska itu sepupunya kak Melody dan Aldo, anak dari tante mereka yang merupakan adik dari Ibu mereka.

Stella: Oh, jadi Frieska waktu itu diganggui Fredi dan Joe?

Naomi: Iya, bukan cuma Frieska tapi juga 2 temannya. Eh kalian pernah gak digangguin 2 cowok itu?

Stella, Sonia: Untungnya sih gak pernah.

Naomi: Kok bisa gitu? Kalian sekelas kan dengan mereka?

Stella: Iya, aku sekelas dengan Joe tapi dia gak pernah menggangguku karena menurut dia mengganggu cewek yang sekelas ‘tidak elit’.

Sonia: Sama, kak Omi. Aku juga gak pernah diganggu Fredi, alasannya ya itu tadi Ci Stella barusan bilang.

Ketiga gadis itu lalu membicarakan hal lain, dari pelajaran Fisika sampai pelajaran Kimia.

~------------------------0O0------------------------~

Sore hari tiba, Naomi sedang berbaring di kasurnya sambil chat dengan Aldo.

Aldo: Sayang, tadi aku sampai di kelas bareng Shania, terus di ‘Cie’ in teman-teman sekelas yang lain.

Naomi: Hihi, jadi kenapa kamu memberitahu aku soal ini?

Aldo: Ya biar kamu tahu aja, dan nanti kalau ada gosip aku pacaran dengan Shania, kamu tidak menganggap itu benar.

Naomi: Iya, aku yakin kok kamu gak akan selingkuh.

Aldo: Makasih ya, Omi. Aku mau memberitahu kamu suatu rahasia nih.

Naomi: Rahasia apa, hayoo. Kamu diam-diam beneran selingkuh?

Aldo: Aduh, bukaaan. Ini soal Fredi dan Joe.

Naomi: Memangnya ada apa?

Aldo: Aku kan waktu itu melihat aksi mereka gangguin Frieska dan 2 temannya, jadi aku gak terima dan minta 2 cowok itu berhenti melakukan hobi mereka.

Naomi: Mereka punya hobi ya?

Aldo: Yang kumaksud hobi adalah ‘aksi’ mereka.

Naomi: Oh, itu. Jadi mereka setuju? Kalau menurut aku, mereka gak mungkin mau ‘diperintah’.

Aldo: Tepat sekali, Omi. Mereka mana mungkin mau diperintah, dan mereka malah menantang aku sesuatu.

Naomi: Nantang kamu apa?

Aldo: Mereka berdua menantang aku untuk ‘adu kepintaran’ dengan perjanjian. Kalau aku menang, mereka akan berhenti dari ‘hobi’ itu sesuai ‘perintah’ku. Tapi kalau aku kalah, aku akan jadi pesuruh mereka selama 3 bulan.

Naomi: Eh, kamu akan jadi pesuruh mereka? Aku gak bisa bayangin deh kalau itu terjadi.

Aldo: Tenang aja sayang, aku akan belajar maksimal untuk mengalahkan mereka.

Naomi: Tapi kan, mereka juara OSN.

Aldo: Aku juga tahu itu, Omi. Kamu doakan aja biar aku menang.

Naomi: Hmm, aku pasti doakan kamu menang, tapi kamu tetap harus belajar yang maksimal biar gak kalah.

Aldo: Pasti itu, oleh karena itu... kalau aku nantinya lebih jarang ngabarin kamu, mau kan kamu memaklumi?

Naomi: Iya, aku juga mau nyicil belajar buat UN kok.

Aldo: Hmm, mungkin juga kita gak akan sering jalan bareng lagi.

Naomi: Aku tahu, kamu pasti gak mau aku terlibat dalam ‘kompetisi’ kamu dengan Fredi dan Joe kan?

Aldo: Nah, itu dia, kamu gak akan merasa kecewa kan dengan hubungan kita ini?

Naomi: Ih, ya enggak dong sayang. Aku sudah sangat merasa cukup dengan cinta yang kamu berikan, dan juga status kita yang sudah pacaran. Kamu untuk sekarang konsentrasi aja belajarnya.

Aldo: Oke, udahan dulu ya. Sebentar lagi makan malam, kamu juga jangan lupa makan. I Love You.

Naomi: I Love You too.

Perasaan Naomi sungguh senang, Aldo berterus terang kepadanya mengenai ‘kompetisi’ dengan Fredi dan Joe. Ia kemudian dipanggil Sinka dari luar kamar untuk segera memasak karena Ayah mereka akan segera pulang.

Saat Naomi dan Sinka tengah makan malam bersama Ayahnya, mereka bertiga mendengar bunyi telepon rumah.

Sinka: Papi, itu ada telepon, kira-kira dari siapa?

Papi: Oh, bentar ya. Kalian makan aja, Papi yang angkat telponnya.

Naomi dan Sinka mengangguk, kemudian Ayah mereka beranjak dari meja makan dan berjalan menuju telepon rumah yang ada di meja ruang tamu dan mengangkatnya.

Papi: Iya, saya Andreas. Ada apa? Oh, kamu Heri ya. Oke, besok saya akan baca laporan yang kamu buat.

Setelah itu, perbincangan di telpon pun berakhir. Pak Andreas kembali menuju meja makan dan disambut pertanyaan putrinya.

Naomi: Papi, itu tadi siapa ya?

Papi: Oh, tadi yang barusan adalah karyawan baru, Omi. Dia tadi Papi suruh membuat laporan keuangan, emang sih tugas yang berat untuk karyawan baru. Tapi Papi bilang padanya untuk membuat saja dulu, biar nanti kalau ada kesalahan akan Papi beritahu supaya dia bisa memperbaiki.

Kedua putri Andreas memanggut-manggut, kemudian Andreas kembali bicara.

Papi: Naomi, Papi denger-denger kamu sudah punya pacar ya?

Naomi: Eh, Papi tahu darimana?

Papi: Tuh adik kamu yang cerita, kalau gak salah namanya Aldo ya?

Naomi memanyunkan bibir pada Sinka yang cengengesan sambil membentuk huruf ‘V’ dengan sebelah tangannya.

Naomi: I-iya Pi, kenapa? Papi gak mau ya kalau aku pacaran?

Papi: Haha, Papi kan pernah bilang pada kamu, kalau mau pacaran silahkan saja, Papi gak pernah larang kok. Asalkan waktu belajarmu gak terganggu.

Naomi: Aku janji kok, Papi. Prestasiku gak akan turun walaupun sekarang punya pacar.

Papi: Iya, Papi percaya itu kok.

Mereka bertiga melanjutkan makan. Setelah selesai, Naomi dan Sinka kembali ke kamar masing-masing begitu juga Pak Andreas yang berlalu ke kamarnya. Di kesunyian kamar itu, Pak Andreas membuka sebuah laci lemari bajunya. Ia mengeluarkan sebuah bingkai foto.

Pak Andreas memandangi foto yang ada dirinya di usia muda dan seorang pria yang merupakan sahabatnya semasa kuliah.

Andreas: Kawanku, kamu pasti tahu kalau putriku dan putramu sedang menjalin asmara, apakah kau ingin aku melaksanakan angan-angan kita waktu itu?

Pada saat yang sama, di rumahnya Aldo, ia dan kakaknya sedang memandangi foto orang tua mereka berdua, Aldo memegang sebuah bingkai foto dimana ada kakaknya yang berusia 16 tahun dan Aldo sendiri berusia 14 tahun dengan orang tua mereka di belakang. Foto bersama keluarga itu adalah yang terakhir, sebelum kecelakaan pesawat yang merenggut kedua orang tua Aldo dan Melody.

Aldo: Kak, Ayah sama Ibu gimana ya di atas sana?

Melody: Kakak yakin mereka pasti sedang mengawasi kita, jadi kita jangan bersedih lagi, dek. Kamu paham kan maksud Kakak?

Aldo: Iya, Kak, aku sudah bisa menerima fakta ini kok. Aku juga sudah menemukan kebahagiaan baru.

Aldo(berpikir): Aku harap Kakak juga segera ya.

Melody tersenyum, ia tahu yang dimaksud adiknya ini adalah Naomi. Kini mereka bersiap untuk tidur di kamar masing-masing.

~------------------------0O0------------------------~

Bulan September tiba, dan Melody kembali berkuliah di ORACLE university karena masa liburnya sudah habis. Sementara Aldo mengisi waktunya di rumah setiap habis pulang sekolah dengan belajar. Ia juga meningkatkan waktu belajarnya di kehidupan mimpinya. Aldo juga menghadapi setiap ujian dengan gemilang karena keuntungan belajar di 2 kehidupan, yakni kehidupan nyata dan kehidupan mimpi.

Veranda memulai kuliah di jurusan desain grafis, dan kelasnya kebetulan bersebelahan dengan kelasnya Melody dan Haruka. Sedangkan Kalvin juga kebetulan bersebelahan kelas dengan Rendy, mereka sering kumpul bareng teman-temannya Kalvin di kantin kampus. Kadang-kadang juga teman-temannya Rendy meramaikan persahabatan itu.

Beberapa kali Rendy berpapasan dengan Melody di kampus, mereka saling menyapa dan tentu terkejut karena baru tahu kalau selama setahun belakangan sudah satu kampus. Rendy mulai jatuh cinta pada Melody. Ia sering melamun sendiri ketika di rumah dan Ve menggodanya yang ketahuan memendam rasa pada kakaknya Aldo itu.

Meskipun Aldo sibuk belajar, ia juga sempatkan chatting sebentar dengan Naomi setiap harinya. Pergaulannya dengan teman-teman sekelasnya juga berjalan seperti biasa, meskipun sesekali mereka menanyai kenapa Aldo tiba-tiba jadi ‘rajin belajar’. Tentu saja Aldo tidak memberitahu soal ‘kompetisi’ itu, melainkan ia beralibi ‘karena sudah punya pacar’. Alibinya itu ditelan mentah-mentah oleh teman-teman sekelasnya di 11 IPA 3 karena mereka juga tahu kalau pacarnya Aldo adalah juara 1 yang juga merupakan kakaknya juara 1 di kelas itu.

Tak terasa, waktu berlalu dan tibalah tanggal 7 Januari 2016, awal semester baru. Di saat waktu istirahat pertama Aldo ditemani Feri dan Marvin, juga Jaka dan Hilman menemui Fredi dan Joe di kantin. Mereka lalu memulai pembicaraan.

Fredi: Jadi, gimana? Lu siap membandingkan nilai dengan gue dan bang Joe?

Joe: Iya, dan lu siap-siap deh jadi pesuruh gue dan Fredi.

Aldo: Kita lihat saja dulu perbandingannya. Disini ada 4 orang saksi juga.

Fredi: Oke, ayo kita tunjukkan!

Mereka bertiga sama-sama membuka buku rapor hingga ke halaman terakhir yang ada nilai-nilainya. Setelah membandingkan beberapa nilai, Fredi dan Joe mulai menelan ludah karena semua nilainya Aldo lebih tinggi. Kemudian dilanjutkan hingga selesai, Aldo hanya kalah nilai di pelajaran PPKn dan bahasa Italia.

Aldo: Jadi, gimana? Kalian ngaku kalah?

Joe: Tunggu dulu, elu mesti bilang jujur apakah lu berbuat curang atau enggak!

Aldo: Oh, tentu saja gue gak berbuat curang, tapi gue rasa kalian yang terlalu meremehkan gue sehingga tidak giat belajar.

Fredi: Sekarang gue tanya, lu juara berapa di kelas? Kalau gue dan bang Joe tentu saja juara 1 di kelas 11 IPA 7 dan 12 IPA 7.

Aldo: Gue juara 1 juga, kalian sebenarnya gak perlu nanya. Lagipula, kalau gue juara 2 atau juara berapapun tetap saja lu berdua kalah karena nilai rata-rata gue sudah lebih tinggi.

Joe: Coba hitung dulu nilai rata-ratanya, karena elu punya nilai yang kalah dari nilai gue dan Fredi.

Mereka bertiga pun menghitung teliti nilai rata-rata masing-masing, dibantu 4 orang saksi itu (Jaka, Hilman, Feri, Marvin). Dan rupanya nilai rata-rata Aldo 91,5 sedangkan Joe cuma 90,3 dan Fredi 90,5.

Aldo: Jadi, gimana? Lu berdua sudah mengaku kalah?

Joe: Ck, oke gue dan Fredi mengaku kalah.

Aldo: Eits, bukan itu aja. Lu berdua ingat kana pa jadinya kalau kalah? Hentikan perbuatan tak terpuji itu.

Fredi: Ck, fine. Gue dan bang Joe akan menuruti mau elu. Yuk cabut, bang Joe.

Ekspresi muka Aldo biasa saja saat Fredi dan Joe menatapnya penuh kesal sambil berlalu dari kantin. Aldo kemudian bersandar pada dinding di tempat duduknya.

Jaka: Jadi gimana, Do?

Aldo: Gimana apanya?

Hilman: Itu loh Do, lu emangnya yakin mereka gak akan melakukan ‘hobi’ mereka lagi?

Aldo: Wah Man, lu kok tiba-tiba sebut itu ‘hobi’ sih? Gue curiga nih...

Jaka: Curiga apaan, Do?

Aldo: Jangan-jangan lu nikung gue, alias selingkuh dengan Naomi.

Hilman: Loh, kok jadi bawa Naomi sih, Do?

Aldo: Ya iyalah, kan gue pernah bilang soal tindakannya Fredi dan Joe adalah ‘hobi’ pada Naomi.

Jaka: Haha, itu rupanya Do. Naomi sendiri yang memberitahu kami berdua kalau lu bilang begitu.

Aldo: Wah, wah, gue makin curiga nih. Jangan-jangan elu juga ikut nikung gue Jak?

Jaka: Enak aja, gue jomblo tapi gak gitu juga kali. Waktu itu kan Naomi bilang pada Hilman dan gue karena dia tahu kalau lu menjadikan kami berdua saksi.

Hilman: Dan itu kayaknya hari setelah lu bilang kata ‘hobi’ itu pada Naomi.

Aldo: Oh, gitu ya. Gue kira lu udah bosan dengan Yuli, Man. Hahaha.

Hilman menoyor pelan kepala Aldo, Feri dan Marvin beserta Jaka mengikuti Aldo yang terkekeh ringan.

Hilman: Asal ngomong aja lu, gue pria sejati. Mana mungkin bilang kata ‘bosan’ dalam sebuah hubungan asmara.

Jaka: Wow, dapat darimana kata-kata itu Man?

Hilman: Kan elu sendiri yang pernah bilang begitu, Jak. Masa lupa sih.

Jaka: Oh iya, baru ingat gue.

Feri: Ckckck, ketua OSIS ternyata pikun.

Marvin: Iya, gue jadi malu sebagai anggotanya.

Jaka: Kampret lu berdua.

Aldo: Mungkin karena kelamaan jomblo, makanya jadi begitu hahaha.

Hilman beserta Feri dan Marvin juga ikut tertawa, Jaka memasang muka masam sambil menoyor belakang kepala Aldo.

Jaka: Makanya Do, cariin gue pacar dong. Lu juga Man, bantu gue.

Hilman: Lu berjuang dong Jak buat dapetin Lidya.

Aldo: Iya Jak, ngapain dicari lagi. Toh ada Lidya di kelas.

Jaka: Masalahnya, gue agak canggung tiap kali dia ngajak bicara gue.

Hilman: Apalagi dia lebih sering ngajak lu bicara daripada teman-teman yang lain, iya kan Jak?

Jaka: Nah, lu bener Man. Gimana gak canggung, coba.

Aldo: Tenang aja, Jak. Kita-kita bakal bantu kok. Lagian bukannya lu udah makin dekat dengan Lidya?

Jaka: Iya sih...

Aldo: Yaudah, tinggal tembak aja.

Hilman: Iya, Jak. Buruan tembak, sebelum cowok lain yang nembak dia.

Jaka: Nanti deh gue cari waktu yang tepat.

Aldo: Kalau begitu nanti kalian jangan lupa konsultasikan dengan Devin, dia kan master dalam urusan begini.

Jaka: Kenapa lu bisa berpikiran begitu, Do?

Aldo: Karena dia bilang kalau Desy didapatkannya dengan susah payah.

Hilman: Haduh Do, itu sih dia yang ngomong, buktinya kan gak kelihatan. Bisa aja Desy duluan nembak dia, jadi tinggal terima deh, hahaha.

Jaka: Benar juga, hahaha.

Kelima siswa itu tertawa terbahak-bahak sampai perhatian beberapa orang di kantin tertuju pada mereka. Seketika itu juga mereka mengurangi tawa sampai berhenti.

Aldo: Oh iya, Feri, Marvin, gue mau nanya sesuatu nih pada kalian.

Feri, Marvin: Nanya apa, Do?

Aldo: Wow, kompak banget hehe. Ini loh, jangan tersinggung ya. Kalian juara berapa di kelas?

Marvin: Gue juara 9, Do.

Feri: Kalau gue juara 5, Do.

Aldo: Ah, payah kalian, gak kompak.

Feri: Maksud lu apa, Do?

Marvin: Iya, lu aneh deh. Saudara kan tidak harus sama peringkat kelasnya.

Aldo: Ada kok yang begitu, saudaraan dan sama peringkat kelasnya.

Feri, Marvin: Siapa, Do?

Jaka: Emang lu kenal, Do?

Aldo: Ya kenal dong, kalau gue gak kenal orangnya mana mungkin gue ngomongin ini.

Hilman: Emangnya siapa orangnya, Do?

Aldo: Stella kelas 12 IPA 7 dan Sonia kelas 11 IPA 7, mereka kan sama-sama juara 2.

Feri, Marvin: Kok lu tahu, Do?

Aldo: Itu sih peringkat mereka tahun ajaran lalu, tapi sekarang sih gue gak tahu.

Feri: Stella lagi-lagi juara 2, Do.

Marvin: Iya Do, Sonia juga masih juara 2.

Aldo: Wow, kalian lihat sendiri kan, mereka kompak.

Marvin: Hah, gue baru tahu kalau Sonia adiknya kak Stella.

Feri: Iya, pantesan aja...

Jaka: Pantesan apa?

Feri: Stella selalu duduk semeja dengan Sonia di kantin.

Marvin: Iya, dan muka mereka agak mirip.

Hilman: Biar gue tebak, Stella cantik-anggun, Sonia cantik-imut. Iya kan?

Feri, Marvin: Betul sekali!

Hilman tertawa puas, lalu Aldo yang keheranan bertanya.

Aldo: Man, lu kok bisa bilang begitu, jangan-jangan lu diam-diam naksir mereka?

Jaka: Wah, wah. Bahaya nih, Yuli bentar lagi nangis hingga banjir.

Hilman menoyor pelan kepala Jaka, ia juga ditertawai Aldo.

Aldo: Haha, Man, jadi lu naksir mereka?

Hilman: Ya enggaklah, mereka kan cewek populer ya wajar dong kalau gue berpendapat begitu. Apalagi diiyakan Feri dan Marvin.

Jaka: Yakin nih gak naksir, Man?

Hilman: Enggak, monyong. Lu kali yang naksir.

Jaka: Enggak, gue naksir Lidya.

Aldo: Wah, udah ngaku nih Jaka. Cieee...

Hilman beserta Feri dan Marvin juga menggoda Jaka, Jaka hanya cengengesan menanggapinya. Mereka kemudian pergi dari kantin itu karena waktu istirahat sudah mau habis.

Ketika waktu istirahat kedua tiba, Sinka meminta Aldo untuk menemaninya ke kantin. Setelah memesan nasi uduk, Sinka kembali duduk berhadapan dengan Aldo di meja untuk 2 orang.

Aldo: Tumben kamu ke kantin, Sinka?

Sinka: Iya, tadi pagi aku gak sempat sarapan.

Aldo: Tapi Naomi tadi bilang padaku kalau dia sudah sarapan.

Sinka: Pagi tadi kak Naomi makannya juga begitu tiba di sekolah kok. Sebelum jam pelajaran pertama.

Aldo memanggut-manggut, lalu memberitahu Naomi mengenai dirinya yang menemani adik pacarnya ke kantin.

Aldo: Oh iya Sinka, aku mau nanya sesuatu nih.

Sinka: Nanya apa, Aldo?

Aldo: Kamu gak merasa kesal kan? Kalau aku yang juara 1 sedangkan kamu turun jadi juara 2, tadi cowok-cowok terutama si Tejo juga lebay banget bilang aku ‘king’ segala.

Sinka tertawa ringan, lalu menjawab pertanyaan Aldo.

Sinka: Enggak kok, untuk apa aku merasa kesal, ini kan bukan lomba.

Aldo: Oh, bagus deh hehehe.

Makanan pesanan Sinka pun datang, ia juga memesan jus semangka. Sedangkan Aldo menunggui Sinka selesai makan sambil meminum perlahan jus jeruk yang tadi dipesannya.

~------------------------0O0------------------------~

Sore harinya, Aldo tengah memainkan game di laptopnya yaitu Aveyond: Gates of Night, yang sudah hampir selesai dan bisa dilanjut ke Aveyond: The Lost Orb jika ‘boss’ terakhir sudah kalah. Ia lalu menghentikan permainannya setelah di-save karena mendengar suara pintu depan dibuka, yang artinya Melody sudah pulang. Beberapa menit berlalu dan Melody sudah memasuki kamar Aldo.

Melody: Dek, kamu tadi ambil rapor ya? Kakak mau lihat dong.

Aldo segera memberikan rapor yang ada di dalam tas sekolahnya pada Melody. Kakaknya itu melihat seksama lalu menatap Aldo kembali.

Melody: Kamu kok kayaknya berambisi banget, Dek?

Aldo: Hah? Berambisi apa ya, Kak? Aku gak ngerti.

Melody: Ini loh, Kakak lihat dari deretan nilai kamu banyak yang 100, padahal kamu biasanya cuma mau dapat paling banyak 4 diantara semua mata pelajaran. Dan disini kamu dapat setengahnya dari semua mata pelajaran.

Aldo: Wah, Kakak hebat bisa nebak begitu.

Melody: Apaan sih kamu, hihi. Kakak kan kuliah jurusan Psikologi, jadi sudah pasti bisa memperkirakan sesuatu yang janggal.

Aldo: Iya, Kakak benar kok, itu karena aku memang berambisi, biar rata-rata nilaiku bisa tinggi.

Melody: Penyebabnya apa, Aldo? Kakak boleh tahu gak?

Aldo: Ya tentu bolehlah Kak. Jadi begini...

Aldo memberitahu Melody tentang ‘kompetisi’nya dengan Fredi dan Joe yang diawali dengan Frieska dan Andela yang dicolek dagunya. Juga mengatakan apa yang menjadi taruhannya.

Melody: Hmm, gitu ya. Jadi mereka berdua sudah gak mengganggu Frieska kan sejak mulainya kompetisi itu?

Aldo: Seharusnya sih enggak, Kak. Karena Frieska tidak melaporkan apapun padaku. Dan aku sempat meminta Frieska agar jadi mata-mata aku.

Melody: Mata-mata gimana, maksud kamu?

Aldo: Ya itu deh, Frieska kan hampir tiap hari ke kantin jadi pasti tahu dong gerak-geriknya Fredi dan Joe, aku minta dia melapor padaku jika ada cewek lain yang dicolek.

Melody: Oh, jadi selain Frieska kamu ada mata-mata lagi gak?

Aldo: Tentu aja dong Kak, aku juga minta 2 teman sekelas mereka untuk jadi mata-mata.

Melody memanggut-manggut, kemudian ditanyai Aldo mengenai kuliahnya. Ia menceritakan kalau sekarang sering bertemu Rendy ataupun Kalvin. Aldo menyimak dengan jelas lalu berkomentar.

Aldo: Wah, Kak, berarti unik dong kak Kalvin dan kak Rendy.

Melody: Unik gimana maksud kamu?

Aldo: Mereka kan sahabatan, dan sama-sama dekat dengan Kakak.

Melody: Terus, apa yang unik dek?

Aldo: Kakak tahu gak kalau mereka sama-sama punya adik perempuan?

Melody: Tahu kok, Kalvin juga pernah cerita kalau dia punya adik perempuan. Jadi apa hubungannya dengan hal itu?

Aldo: Gini loh Kak, ingat gak dengan Jeje? Terus juga kak Ve.

Melody: Ingat kok, mereka berdua kan sama-sama bernama Jessica.

Aldo: Kak Ve itu kan adiknya kak Rendy, kalau Jeje.... adiknya kak Kalvin.


TO BE CONTINUED...

By: E.D.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Between Dream And Reality, Part 12

GALLANT IMPACT, Chapter 25

GALLANT IMPACT, Chapter 29