GALLANT IMPACT, Chapter 22

Chapter 22: Nemesis

Revan kini sudah berada di dekat Melody, Susan, dan Winda yang tertawa-tawa.

Revan: Hai, apa kabar, Melody mantan pacarku?

Melody yang mengenali suaranya menoleh dan melihat Revan tersenyum padanya, ia pun merespon pertanyaan itu dengan menatap judes pada mantan pacarnya itu. Winda dan Susan enggan bicara karena tidak mau ikut campur.

Melody: Seperti yang kamu lihat, baik. Tapi lebih baik kalau kamu tidak dekat-dekat aku.

Revan: Wow, wow, ternyata kamu masih seperti dulu, judes. Tapi aku sekarang sepertinya bisa menerima kamu sebagai pacar lagi meskipun kamu masih judes.

Melody: Hih, aku gak sudi jadi pacar dari cowok sombong kayak kamu, lagipula aku sudah punya pacar dan kamu pasti sudah punya daftar cewek yang menunggu kamu agar jadikan mereka pacar.

Revan: Ckck, kamu tidak perlu menyindirku seperti itu. Dan kalau kamu memang punya pacar, mana pacar kamu?

Revan memegang lengan Melody, melihat itu Ricky meletakkan gelas wine yang sudah kosong di meja itu, ia segera menghampiri dan memaksa lepas pegangan Revan pada Melody, dan tentu mengejutkan Revan karena Ricky mendorongnya pelan ke belakang sambil menatap penuh kesal.

Revan: Hey, siapa elu? Kenapa elu ikut campur urusan gue dengan mantan pacar gue?

Ricky: Lu jangan cari kesempatan dengan cewek gue, bro.

Revan: Ow, ow, ow. Melody, rupanya kamu memang sudah punya pacar lagi? Tapi dia masih kalah tampan dariku.

Melody: Kamu budek atau bagaimana? Aku tadi bilang kalau aku sudah punya pacar, ini pacarku. Dan aku tadi juga bilang kalau aku gak sudi pacaran dengan cowok sombong sepertimu.

Ricky: Gue yakin elu gak penting untuk tahu nama gue, bro. Tapi gue udah tahu nama elu, dan gue gak akan biarin elu merebut Melody.

Revan: Hmm, tebakan yang benar, gue gak merasa perlu tahu nama elu. Tapi apa yang elu bisa banggakan dari diri elu, bro? Penampilan elu sepertinya mengisyaratkan kalau elu tidaklah kaya.

Ricky: Ya, elu benar. Gue memang tidaklah berdompet tebal dan elu boleh lebih tampan dari gue, tapi gue bisa banggakan diri kalau gue WILL NEVER CHEAT dari Melody.

Revan yang merasa disindir lalu menatap dengan muka sangar pada Ricky, sedangkan Ricky juga balas menatap tajam padanya. Sementara 2 pria itu adu tatapan permusuhan, Melody berbicara pelan pada Susan dan Winda, ia merasa tidak perlu berlama-lama lagi di acara ini dan ingin mengajak Ricky pulang.

Melody: Susan, Winda, aku pulang duluan ya dengan Ricky, daripada Ricky dan Revan berantem.

Susan: Iya Mel, kami juga sependapat denganmu.

Winda: Mereka semakin melotot tuh.

Melody lalu mengaitkan lengan kanannya dengan lengan kiri Ricky, sehingga Ricky menoleh padanya.

Melody: Sayang, ayo kita pulang aja, kamu gak usah ladenin dia. Tak penting.

Ricky mengangguk padanya, ia menyetujui usul Melody karena ia juga tidak ingin sampai berkelahi dengan Revan, yang bisa terdengar dan nantinya malah dicampuri oleh 2 bodyguard di luar. Revan kembali bicara pada Ricky yang digandeng Melody dan sudah berbalik beberapa langkah menuju pintu depan, suaranya terdengar oleh pasangan itu dan juga beberapa tamu undangan, termasuk Susan dan Winda.

Revan: Bro, gue salut pada elu yang bisa jinakin Melody. Gue aja gak bisa.

Mendengar perkataan itu, Ricky dan Melody berhenti. Melody merasa kesal dan ia sebisa mungkin menahannya, tapi Ricky melepaskan gandengannya.

Melody: Eh, kenapa, Ricky?

Ricky: Kamu tunggu dulu, aku mau bicara sesuatu dengan Revan.

Melody hanya mengangguk, kemudian Ricky kembali menghampiri Revan, ia menatap dengan mendongak karena Revan lebih tinggi darinya.

Ricky: Sorry, gue tadi gak dengar jelas, bisa ulangi dengan suara lebih pelan aja?

Revan(dengan nada sinis dan menyeringai): Elu budek ya bro?

Ricky: Iya, anggap aja gue budek. Coba ulangi lagi.

Revan(nada sinis dan suara pelan): Haha, oke. Gue salut elu bisa jinakin Melody, sudah jelas?

Ricky(suara pelan): Oh, itu. Cukup jelas.

Ricky kemudian mendorong pelan Revan ke belakang, beberapa tamu undangan menonton mereka. Ia kembali bicara sambil memasang raut wajah marah.

Ricky(nada kesal dan suara pelan): Maksud elu apa, mengatakan itu?

Revan(nada sinis dan suara pelan): Elu perlu tahu bro, cewek elu sekarang ini punya sifat judes dari ketika SMA. Makanya gue salut karena kelebihan elu yang gak gue milikin, yaitu bisa jinakin dia yang ibarat macan atau singa betina.

Ricky yang mendengar kalimat terakhir itu langsung menonjok pelan kedua pipi Revan bergantian, kiri lalu kanan. Ia kembali bicara pada Revan yang memegangi pipinya sebentar sambil tersenyum sinis.

Ricky(suara pelan dan nada kesal): Elu sebaiknya jaga omongan bro, cewek tidak untuk diibaratkan dengan hewan, kalau elu berkata begitu berarti elu sendiri juga hewan.

Setelah itu Ricky berbalik dan menghampiri Melody yang raut wajahnya cemas, segera digandengnya ‘pacar pura-pura’nya untuk keluar dari pintu depan rumah itu tanpa mempedulikan beberapa pasang mata di dekat pintu yang menatap mereka.

Seorang teman Revan menghampirinya yang masih tersenyum sinis melihat kepergian Ricky dan Melody. Ia memanggil nama penyelenggara acara di rumah itu.

Revan: Eh, kenapa elu manggil gue, Albert?

Albert: Van, elu cekcok ya dengan cowoknya Melody?

Revan: Hmm, seperti yang elu tadi lihat sendiri kan?

Albert: Iya gue tadi lihat, tapi kok elu gak balas pukulan dia?

Revan: Gak usah, gue tadi bilang sesuatu yang menurut gue adalah fakta, tapi membuat dia kesal. Lagian tadi dia mukul pelan kok, gue gak merasa sakit sedikitpun malahan.

Albert: Oh, elu ngapain bilang ‘fakta’ pada dia?

Revan: Ya.... sekedar melihat respon dia aja sih, kalau dia kesal berarti dia memang pacarnya Melody, karena gue punya feeling kalau Melody datang kesini bisa saja membawa pacar bohongan agar gue tidak mengejek dia yang ‘tidak laku’ karena sifatnya.

Albert: Ada-ada aja lu, memangnya elu yakin kalau cowok tadi beneran kesal?

Revan: Tentu gue yakin, karena dia juga tidak mau gue merebut Melody darinya, ekspresi wajahnya asli kesal bahkan tadi dia menyindir gue, kalau dia tidak akan selingkuh. Elu tahu kan Bert, gue gak pernah ada niatan untuk balikan dengan cewek manapun yang gue pernah pacarin, apalagi cewek judes semacam Melody.

Albert memanggut-manggut, mereka berdua kemudian bergabung dengan tamu-tamu undangan yang lain untuk bernostalgia.

Kini Ricky sudah tiba di depan rumah Melody, mereka membuka pembicaraan.

Melody: Ricky, tadi kamu ngomongin apa sih dengan Revan? Aku gak bisa dengar, terus kenapa kamu mukul dia, nanti kalau bodyguard-nya dia mukul balik kamu gimana?

Ricky: Aku tadi nasehatin dia biar jaga mulut dan jangan asal ngomong, Melon. Tenang aja, aku mukul dia pelan kok, jadi aku yakin dia gak akan balas.

Melody: Oh gitu, terus kamu kenapa bisa tahu dia namanya Revan? Kamu tahu dari siapa?

Ricky: Tadi waktu aku minum wine, seorang cewek bernama Sasya mengajakku bicara, dia kenalan dengan aku dan menanyakan aku yang bukan alumni Nusa Harapan. Terus dia juga nyebut nama Revan sebagai penyelenggara acara. Oh iya, Sasya itu dulu selingkuhan Revan ya?

Melody: Hmm, iya. Sasya yang aku maksud dulu berpenampilan ‘wow’. Dan dia yang jadi selingkuhannya Revan waktu itu.

Ricky: Iya juga sih, tadi dia juga ‘wow’ tapi aku il-feel dengan dia karena dandanan dia menor. Terus tadi dia ada bilang kalau kamu dari dulu judes, benarkah itu?

Melody: Itu benar kok, soalnya dulu cowok-cowok di sekolahku suka ngejek dan bully aku, lantaran aku terlihat culun karena tidak makeup. Kadang juga ada yang modus padaku.

Ricky: Haha, udah jangan dipikirkan lagi ya. Tadi siapa cowok yang ngajak kamu bicara?

Melody: Itu tadi Arif, dia satu dari beberapa cowok di kelas yang tidak modus padaku. Tapi dia malah bercanda dengan suruh aku putusin kamu dan jadian dengan dia, karena dia lebih tinggi dari kamu.

Ricky: Terus kamu terima dia atau enggak?

Melody: Ya enggaklah, kan kalau aku terima dia, bisa dicurigai kalau kita pura-pura pacaran.

Ricky: Oh, hahaha. Benar juga sih, jadi kamu dulu tertarik dengan dia gak?

Melody: Enggak, aku cuma nganggap dia teman biasa, juga beberapa cowok yang tadi nyapa aku, kan mereka adalah cowok-cowok sekelas yang tidak ngejek atau modus padaku.

Ricky: Kalau boleh aku tahu, dulu kamu dimodusin seperti apa?

Melody: Modusnya seperti ini, Ricky. Misalkan seorang cowok pagi-pagi bilang aku cantik, terus minta pinjam PR yang aku sudah selesai kerjakan dan dia belum selesai, jadi aku gak mau pinjamin dan bersikap judes pada cowok-cowok seperti itu.

Ricky memanggut-manggut, kemudian mendengar suara Frieska yang memanggil Melody dari dalam rumah.

Ricky: Eh, itu adik kamu manggil tuh. Aku juga udah mau pulang nih.

Melody: Emm, iya. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih ya, Ricky.

Ricky: Sama-sama, aku pulang dulu, bye.

Ricky berjalan menuju motornya, ketika sudah memakai helm ia lalu melambaikan tangan pada Melody yang juga balas melambaikan tangan. Mereka saling tersenyum, kemudian Ricky menjalankan motornya pergi dari kawasan rumah Melody. Setelah Ricky tidak terlihat, barulah Melody masuk ke dalam.

Pukul setengah 10 malam di tempat kos, Ricky baru sampai dan ia melihat Jeje serta Elaine sedang menonton TV.

Ricky: Hoi, kalian berdua belum tidur?

Elaine: Eh, kak Ricky udah pulang.

Jeje: Ini kami lagi nonton film yang seru, kak Ricky. Bentar lagi habis kok.

Ricky: Oh, yaudah aku mau istirahat duluan ya.

Jeje: Eh, tunggu-tunggu Kak.

Ricky: Ada apa?

Jeje: Jadi gimana tadi nge-date nya sama kak Melody?

Melihat Jeje menaik-turunkan alis, Ricky tersenyum lebar kemudian bicara.

Ricky: Mau tahu aja anak kecil, sana nonton TV. Aku mau langsung istirahat.

Jeje memanyunkan bibir, Elaine dan Ricky menertawainya. Ricky melangkah masuk ke kamarnya dan membaringkan diri di kasurnya setelah berganti pakaian.

Keesokan harinya, pagi di sekolah Tunas Bangsa adalah waktu yang digunakan murid kelas 10 B untuk mengobrol sembari menunggu jam pelajaran pertama dimulai, pada sebuah bangku barisan tengah terlihat Rachel dan Yansen sedang membicarakan seseorang.

Rachel: Jadi, abang kamu sudah punya pacar ya Sen?

Yansen: Iya Hel, aku gak pernah lihat sih, tapi kata bang Ega pacarnya sama kayak aku.

Rachel: Sama kayak kamu, gimana?

Yansen: Pipinya juga berisi seperti aku, hehehe. Tapi bedanya dengan aku, dia berkacamata dan lebih tinggi dariku, dia satu tingkatan di bawah bang Ega, artinya sekarang dia semester 4 sedangkan bang Ega semester 6.

Rachel: Hmm, jadi aku gak ada kesempatan lagi dong?

Yansen: Hihi, maaf ya Hel, aku juga baru tahu ini sebulan lalu saat bang Ega bilang mau ketemu kedua orang tua pacarnya dengan bertamu ke rumah mereka saat hari kedua Imlek.

Rachel: Iya deh, aku juga gak berharap lagi kok. Jadi kamu belum pernah bertemu pacarnya bang Ega?

Yansen: Ya gitu Hel, soalnya kan mereka sibuk kuliah dan kerja, nanti kapan-kapan aku coba ngintip HP-nya bang Ega deh, biar bisa lihat pacarnya seperti apa.

Mereka berdua mengobrol hal lain, salah satunya tentang pelajaran Kimia. Sementara di kelas 10 A, Shania sedang mengobrol dengan Michelle, Shani, Yupi, Della, dan Gaby.

Shani: Eh, jadi semalam abang kamu jalan dengan pacarnya, Chel?

Michelle: Aku gak tahu jelas sih, kak Ricky ngabarin aku sehabis jam setengah 10 malam, dia nanya soal Richard, terus pas kutanya habis darimana, dia jawab ‘Habis jalan dengan pacar’.

Shania: Memangnya kakak kamu sudah punya pacar lagi, Chel?

Michelle: Aku gak tahu sih, tapi kata kak Ricky sih bukan pacar beneran.

Yupi: Chel, maksudnya bukan pacar beneran apa? Siapa orangnya?

Michelle: Kak Ricky bilang kalau dia habis ke acara reuni dan pura-pura jadi pacarnya kak Melody, temannya di kampus.

Della: Eh? Acara reuni, reuninya siapa?

Michelle: Itu loh kak Della, acara reuninya kak Melody.

Gaby: Bentar-bentar, kok aku kayak pernah dengar nama itu ya?

Shania: Itu kan nama kakaknya kak Frieska, Gab. Gimana sih, kamu kan salah satu teman dekatnya kak Frieska di OSIS.

Gaby: Oh iya, hahaha. Aku baru ingat, Shan.

Yupi: Chel, kenapa kak Ricky pura-pura jadi pacarnya kak Melody?

Michelle: Kata kak Ricky sih, karena kak Melody gak mau datang ke sana sendiri, soalnya kak Frieska dan Nabilah gak bisa nemenin, mau belajar.

Mereka berenam kemudian membicarakan hal lain, mengenai film favorit, makanan favorit di kantin, dan sebagainya.

~---------------------0-O-0---------------------~

Pagi hari diisi Ricky dengan datang ke perpustakaan Gedung Timur, Melody juga datang ke sana. Tak banyak pembicaraan diantara mereka, karena Ricky bersama Melody asyik dengan buku bacaan mereka masing-masing yang 2 hari lalu mereka baca. Ricky melihat gambar beberapa binatang purba yang ada di bukunya, ia kemudian berpikir untuk menemui Guardian TIMESTONE nanti siang, meskipun belum tentu bisa ditemui.

Ricky dan Melody sama-sama pergi dari perpustakaan itu saat waktu sudah menunjukkan pukul 7:55 pagi, mereka berjalan berlainan arah ke kelas masing-masing.

Waktu istirahat di sekolah Pelita Bangsa, Aaron sedang makan bersama teman-temannya di meja pojok kantin. Terlebih dahulu Darwin yang selesai makan, ia disusul Anderson dan Steven kemudian mereka memulai pembicaraan di tengah keramaian kantin.

Steven: Win, mana cewek yang elu maksud?

Darwin: Yaelah Stev, kalau gue beritahu nanti elu suka, dan mau gebet juga.

Steven: Kagak, gue janji. Ayo dong beritahu, gue penasaran nih seperti apa orangnya.

Anderson: Iya nih Win, gue juga penasaran jadinya.

Darwin: Oke, sekarang kalian coba lihat meja di ujung sana.

Darwin menunjuk sebuah meja yang ada di ujung kantin, terlihat seorang siswi berpostur tubuh cukup tinggi sedang bicara dengan teman-temannya, mereka terlarut canda tawa. Aaron yang masih makan tidak melihat, Wilson menghentikan makan sejenak dan melihat ke arah tunjukan tangan Darwin karena ia penasaran juga. Setelah puas melihat, Steven dan Anderson kembali bicara pada Darwin yang masih asyik memandang cewek yang ditaksirnya sedangkan Wilson sudah lanjut makan hingga selesai.

Steven: Oh, yang itu, cantik sih, tapi gue gak tertarik.

Anderson: Sama Win, gue juga gak tertarik, hidungnya kurang mancung.

Darwin: Ckckck, elu kan udah punya cewek Der, nanti gue aduin ke dia loh.

Anderson: Eh, jangan dong Win, gue barusan kan cuma komentar aja.

Darwin: Hahaha, iya-iya, gue gak akan aduin. Lagian elu tadi pakai ikutan penasaran segala, udah punya cewek masih aja mau lirik cewek lain.

Aaron yang sudah selesai makan ikut bicara, diikuti Wilson.

Aaron: Elu gak PDKT pada cewek itu, Win?

Wilson: Iya nih, elu malah disini dan bukannya mulai deketin itu cewek.

Darwin: Hahah, gue kan gak perlu terburu-buru untuk gebet cewek itu, karena gak ada yang juga deketin dia.

Baru saja Darwin berkata begitu, seorang siswa yang sepertinya adalah abang kelas kemudian datang ke meja cewek itu dan bergabung dengan teman-temannya, Darwin melihat sepertinya mereka akrab, maka ia segera beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri  meja itu. Aaron, Wilson, Steven, dan Anderson terkejut dengan apa yang dilakukan Darwin, mereka melihat Darwin berkenalan dengan cewek itu dan teman-temannya termasuk siswa yang baru datang itu. Tak lama kemudian Darwin kembali bergabung dengan Aaron dan lainnya.

Aaron: Gimana Win, elu tadi kok terang-terangan sih datangi meja itu?

Darwin: Ckck, gue spontan tadi Ron, rupanya cowok yang gabung duduk dengan cewek itu adalah abangnya.

Anderson: Hahah, elu kenapa gak lanjut ngobrol dengan cewek itu Win?

Darwin: Enggak ah, gue entah kenapa gak mau gebet cewek itu lagi, karena dia punya abang.

Steven: Yaelah Win, elu aneh deh, kok tiba-tiba gak tertarik dengan cewek itu lagi, padahal tadi gue lihat elu kayak menggebu-gebu gak rela kalau cewek itu dekat dengan cowok lain, meskipun elu baru tadi kenalan dengannya.

Darwin: Haaah, gue gak mau deh gebet cewek itu, karena gue membayangkan apa jadinya kalau gue putus dengan dia, pasti abangnya mukul gue.

Wilson: Ckckck, elu sampai sejauh itu bayangin kalau putus Win, jadian aja belum. Lagian belum tentu cewek itu mau jadi pacar elu, karena elu lebih pendek dari dia, ahahaha.

Aaron, Anderson, dan Steven ikut menertawai Darwin yang menoyor kepala Wilson sambil memasang muka masam. Waktu istirahat berakhir semenit kemudian, mereka segera pergi dari kantin dan kembali ke kelas.

Jam 10 pagi seperti biasa waktu istirahat di universitas Patmangin dimulai, Ega bersama Veranda duduk semeja dengan Ricky dan Melody. Sambil menunggu makanan pesanan mereka datang, Ega bicara dengan Ricky sedangkan Ve membicarakan tentang perkuliahan dengan Melody.

Ega: Jadi gimana Ky, elu kemarin jadi kan buka tabungan?

Ricky: Jadi kok Ga, gue milih untuk buka tabungan yang tingkat suku bunga sedang.

Ega: Nah, itu dia Ky jenis tabungan yang owe juga buka, soalnya fleksibel.

Ricky: Iya, gue rasa sih gue gak akan nabung tiap bulan, tapi tiap tahun.

Ega: Hmm, elu sudah ganti nomor PIN-nya belum Ky?

Ricky: Belum tuh Ga, gue kemarin langsung ke rumah buat istirahat. Kapan-kapan aja deh.

Setelah itu datang seorang pegawai kantin membawakan nampan yang ada makanan pesanan mereka berempat. Makan pagi mereka pun dimulai dengan Ega yang mentraktir karena dia kemarin dapat bonus dari bosnya. Ega yang selesai makan disusul Ve kemudian permisi duluan pada Ricky dan Melody, mereka langsung ke kelas masing-masing.

Ricky yang sudah selesai makan tiba-tiba didatangi Amelia yang duduk di hadapannya.

Amelia: Ricky, kamu udah diberitahu Jonathan atau belum?

Ricky: Eh, Apel, maksud kamu apa? Tadi aku gak ketemu Jonathan.

Amelia: Hmm, gitu ya. Nanti siang kamu akan tahu deh, Jonathan yang beritahu kamu aja.

Sehabis itu Amelia beranjak dan permisi pada ‘pasangan’ itu, Ricky terheran akan apa yang barusan dikatakan mahasiswi berjuluk ‘Apel’ itu. Melody langsung menanyai Ricky sehabis makan.

Melody: Ricky, tadi kenapa Amelia tiba-tiba bilang soal sesuatu yang Jonathan belum beritahu kamu, memangnya itu apa?

Ricky: Nah, itu dia Melon. Aku juga gak tahu apa maksud si Apel.

Tanpa memikirkan hal itu lagi, Ricky dan Melody beranjak dari tempat duduk mereka, dan melangkahkan kaki keluar kantin, kemudian berpisah ke kelas masing-masing.

Waktu istirahat kedua di sekolah Tunas Bangsa tiba, pada sebuah bangku panjang dekat pintu kelas 12 B ada Rona dan Donny yang sedang membicarakan sesuatu.

Rona: Jadi abang kamu dulu kuliah dimana, sayang?

Donny: Kenapa kamu nanya-nanya? Kamu suka pada abangku ya?

Rona: Ih, bukan gitu sayang, aku kan cuma mau kenal kamu dan keluargamu lebih dekat aja.

Donny: Haha, bercanda Rona sayang. Jadi, dulu abang aku kuliah di universitas Pamarang.

Rona: Terus dia ngambil Fakultas apa?

Donny: Kalau gak salah, abang aku dulu ngambil Fakultas Ilmu Filsafat, tapi ternyata sekarang apa yang ia pernah pelajari tak terpakai, dia dulunya setelah lulus kuliah mau cari profesi yang sesuai tapi tidak tercapai, aku jadi kasihan deh sama abang aku. Jadi sekarang aku tiap hari berdoa agar bang Rama bisa mendapatkan pekerjaan yang memerlukan ilmu yang dipelajarinya selama kuliah.

Rona: Hmm, kalau kamu nanti kuliah mau ngambil Fakultas apa dong?

Donny: Aku sih rencananya mau ngambil Fakultas Arsitektur di universitas Patmangin. Kalau kamu mau ngambil Fakultas apa, sayang?

Rona: Emm, aku kayaknya sih mau ngambil Fakultas Seni dan Budaya deh, di universitas Patmangin juga.

Donny: Wow, bagus dong, kamu bisa belajar lebih banyak tentang budaya Indonesia, dan juga seni-seni yang khas.

Rona: Hihi, aku kira kamu mau bujuk aku biar masuk Fakultas yang sama dengan kamu.

Donny: Hahaha, enggak dong sayang. Kan kamu yang kuliah, jadi kamu yang berhak menentukan mau masuk Fakultas apa. Lagipula kalau aku bujuk, kamu belum tentu mau ikut karena bukan sesuai keinginanmu.

Rona: Makasih ya sayang, kamu pengertian banget. Tapi awas loh, kamu jangan kegenitan dengan cewek lain yang sekelas dengan kamu nanti.

Donny: Iya, aku janji gak akan begitu kok, Rona sayang.

Rona tersenyum pada Donny, ia bersandar pada bahu pacarnya itu, mereka bergandengan tangan dengan posisi seperti itu tanpa menghiraukan beberapa sorakan atau siulan dari teman-teman sekelas Donny.

~---------------------0-O-0---------------------~

Ketika siang hari, sehabis Ricky mengabari Michelle dengan bertukar SMS, tiba-tiba Jonathan datang mengajaknya bicara tanpa duduk di mejanya.

Jonathan: Ky, nanti malam elu datang ke rumah gue ya, jam 8 malam ada sebuah acara yang elu mesti hadir.

Ricky: Hah? Gila lu Jo, dadakan banget sih acaranya. Memangnya acara apa sih sampai-sampai gue mesti hadir?

Jonathan: Udah, elu jangan banyak tanya, pokoknya nanti datang. Gue cabut dulu, bye.

Ricky masih bingung melihat perginya Jonathan yang diikuti Agus, ia kemudian ditanyai Melody yang sudah selesai makan.

Melody: Ricky, itu kenapa Jo buru-buru?

Ricky: Gak tahu tuh Mel, dia memang suka terburu-buru dari dulu. Amelia tadi juga kayaknya ketularan dia, sehingga gak mau beritahu aku dan langsung pergi.

Melody: Mungkin ini maksudnya Apel tadi kan, Ky?

Ricky: Mungkin aja sih, tapi si Apel juga aneh deh, main rahasia-rahasiaan.

Melody: Kira-kira acara apa ya yang dimaksud Jo?

Ricky: Aku sih ngira kalau aku harus hadir, bisa aja perayaan ulang tahunku.

Melody: Loh, Ricky. Kenapa perayaan ulang tahunmu? Bukannya ulang tahunmu udah lewat 2 bulan?

Ricky: Soalnya gini, Melon. Dulu ada beberapa teman di kelas yang dirayain ulang tahunnya oleh Jo, di rumahnya juga, dan itu karena Jo lupa ulang tahun mereka yang rupanya sudah lewat sekitar 3 bulan. Jadi Jo memberi hadiah kepada mereka dengan cara seperti itu.

Melody: Oh, gitu, jadi kamu mau datang nanti malam?

Ricky: Tentu aku mau dong, aku juga udah lama gak ketemu keluarganya Jo. Tapi kamu temani aku kesana ya, terus pura-pura jadi pacarku juga.

Melody: Eh, kenapa kamu mau aku jadi pacar pura-pura kamu, Ricky?

Ricky: Biar aku bisa ngerjain Jo nanti, habisnya dia gak ngasih tahu jelas acaranya, kalau emang perayaan ulang tahunku seharusnya aku diberitahu, dulu juga teman-teman yang hari ultahnya dirayakan ada diberitahu. Mau ya, Mel. Nanti aku yang jemput kamu, seperti semalam.

Melody: Emm, iya deh. Aku mau temani kamu ke sana dan pura-pura jadi pacar kamu.

Ricky: Hehe, makasih ya Mel.

Melody tersenyum padanya, tak lama kemudian mereka berpisah setelah pergi dari kantin itu. Melody pergi ke butiknya dengan diantar Frieska, sedangkan Ricky hendak kembali ke tempat kos namun sebelum itu ia berniat pergi ke taman kota untuk menemui Guardian.

Ricky menjalankan motornya di sebuah jalan yang tidak biasanya sepi, ada sebuah mobil berwarna hitam metalik berhenti di sana. Karena ia heran, maka ia mendekati mobil itu sambil memelankan laju motor untuk melihat apakah ada orang di mobil itu. Kemudian Ricky disapa suara seorang wanita yang rupanya adalah Haruka.

Haruka: Permisi mas, aku mau tanya jalan.

Ricky memberhentikan motornya tepat di samping Haruka, raut wajahnya terlihat terkejut oleh Haruka. Kini saat mereka bertatapan, Haruka menyadari kalau Ricky sepertinya seumuran dengannya.

Haruka: Kenapa kamu? Kok kayak terkejut begitu?

Ricky: Iya, aku terkejut karena kamu bisa bicara bahasa Indonesia dengan lancar.

Haruka: Oh, haha. Aku sudah tinggal di Indonesia selama 2 tahun, untuk membuka cabang usaha bisnis keluarga. Aku mau nanya jalan nih sama kamu.

Ricky: Hmm, memangnya kamu mau kemana?

Haruka memberitahu alamat yang sedang ditujunya, yaitu apartemen tempat Akicha dan Ayana tinggal. Ricky yang memang tahu alamat itu segera memberitahu Haruka.

Ricky: Aku tahu alamat itu, mantan pacarku tinggal disana. Oh iya, ngomong-ngomong kita belum kenalan.

Haruka: Benarkah? Ah iya, aku sampai lupa. Perkenalkan, namaku Haruka Nakagawa. Kalau kamu?

Ricky: Namaku Ricky Kusnadi, mantan pacarku juga orang Jepang sepertimu, namanya Aki Takajo.

Haruka: Kebetulan Ricky-kun, aku sedang ada keperluan bisnis dengannya. Bisakah kamu mengantarkan aku kesana?

Ricky: Oke, bisa kok Haruka. Kamu ikuti saja motorku.

Haruka mengangguk dan tersenyum pada Ricky, kemudian ia mulai menjalankan mobilnya mengikuti motor Ricky yang menuju ke apartemen tempat tinggal Akicha. Setelah beberapa menit perjalanan sampailah mereka di depan apartemen itu. Haruka mengucapkan terima kasih pada Ricky, kemudian ia pergi menemui Akicha di lantai 7 apartemen itu. Setibanya di depan pintu kamar Akicha dengan melihat nomor kamar yang dikirim oleh Akicha tadi pagi, barulah ia mengetuk pelan. Beberapa detik kemudian Ayana membukakan pintu pada Haruka.

Ayana: Hai, Haruka-san, akhirnya kamu datang juga.

Haruka: Iya, Achan. Maaf ya aku lama, tadi aku sempat gak tahu jalan. Untung aja ada seseorang yang menunjukkan jalan.

Ayana: Tidak apa-apa, Haruka-san. Ayo masuk dulu, kita lanjut bicara di dalam.

Haruka masuk ke dalam kamar itu, Ayana menutup kembali pintunya. Sesampainya di dalam, Haruka dan Akicha bersalaman dan mereka pun duduk di sofa, Ayana menyusul dengan duduk di samping Akicha.

Ayana: Jadi, Haruka-san, siapa yang menunjukkan jalan padamu?

Haruka: Dia seorang pemuda kira-kira seumuran dengan Akicha, dan dia bernama Ricky.

Akicha menyenggol lengan Ayana, kemudian translator itu memberitahu padanya apa yang tadi dibicarakan oleh Haruka. Setelah mengetahui itu, Akicha memulai pembicaraan dengan Haruka, mereka bertemu untuk perbincangan bisnis.

~---------------------0-O-0---------------------~

Di Penguinville cafe, Andrew sedang menikmati makan siang bersama seorang karyawati di perusahaan jasa delivery tempat ia bekerja, tanda pengenal karyawati itu menyebutkan namanya adalah ‘Ririn’. Setelah selesai makan siang, mereka berbincang ringan.

Ririn: Andrew, kamu kok bisa tahu tempat makan yang unik ini?

Andrew: Hehe, bisa dong Ririn, I kan punya teman di tempat kos yang pernah kesini, jadi dia yang memberitahu I.

Ririn: Oh, tapi tempat ini kok para pelayannya tidak mengenakan baju penguin ya?

Andrew: Wah, itu juga I tidak tahu, tapi menurut teman I katanya cuma hari Minggu para pelayannya memakai kostum penguin, soalnya kan sepertinya kelihatan mencolok kalau hari biasa seperti itu.

Ririn: Hmm, benar juga sih. Eh, Drew, kayaknya jam makan siang sudah mau habis nih.

Andrew: Oh iya, you bener Rin. Kalau begitu yuk kita balik ke kantor.

Andrew mengajak Ririn kembali ke kantor perusahaan tempat mereka bekerja setelah terlebih dulu membayar pesanan mereka tadi.

Sementara itu, Ricky yang sudah selesai mengantarkan Haruka kini menuju taman kota, ia ingin bertemu dengan Guardian TIMESTONE.


TO BE CONTINUED...

By: E.D.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Between Dream And Reality, Part 12

GALLANT IMPACT, Chapter 25

GALLANT IMPACT, Chapter 29