GALLANT IMPACT, Chapter 18

Chapter 18: Full restoration

Selesai berbenah diri, Melody teringat sesuatu milik Ricky yang belum ia kembalikan karena tidak kepikiran. Wanita itu mengambil jaket kulit warna hitam mengkilat milik Ricky yang disimpannya di lemari baju kamarnya, dan ia kembali menuju ruang tamu. Ricky mengernyitkan alis melihat jaket yang dibawa Melody. Mahasiswi itu lalu memberikan jaket yang dipegangnya kepada Ricky.

Melody: Ricky, ini jaket kamu.

Ricky: Loh, Melon. Beneran nih, punya aku?

Melody: Iya, waktu itu kan kamu ngantarin aku pulang ditengah hujan. Terus karena aku menggigil kedinginan, kamu memakaikan jaket ini padaku.

Ricky menerima jaket itu dari Melody, dan ia mulai melihat seksama bagian depan dan belakang jaket itu. Tiba-tiba kepalanya terasa sakit, ia memegangi kepalanya sambil banyak ingatan hinggap berurutan. Melody pun kaget melihat Ricky seperti kesakitan.

Melody: Ricky, kamu kenapa?

Ricky: AAHHH...

Ricky melihat masa kecilnya berteman dengan Fita, lalu masa SMP dan SMA-nya. Juga pertemuannya dengan Melody, hubungannya dengan Akicha sampai ketika ia mendorong Melody agar tidak tertabrak mobil yang melaju kencang. Karena banyak ingatan yang kembali hinggap di otaknya, Ricky seketika pingsan di sofa itu.

Melody panik dan berlutut di hadapan Ricky yang pingsan, ia berteriak memanggil namanya beberapa kali sambil mengusap pipinya, tapi hasilnya nihil. Ricky belum sadarkan diri sambil memegang jaket itu dengan tangan kanannya yang terjuntai ke lantai, begitu juga kakinya.

Frieska dan Nabilah datang ke ruang tamu itu karena mendengar teriakan Melody, mereka tadi sedang ada di kamarnya Nabilah karena Nabilah diajari soal PR Matematika oleh Frieska.

Nabilah: Kak Imel, ada apa teriak-teriak?

Frieska: Kak Imel, ini kenapa kak Ricky?

Melody: Ini loh Mpris, dek Ayu. Ricky tadi tiba-tiba pingsan, dia juga seperti sakit kepala sebelum pingsan.

Nabilah: Memangnya Kak Imel tadi bicara apa pada kak Ricky, sampai dia seperti sakit kepala?

Melody: Gak ada bicara apa-apa kok, dek Ayu. Kakak tadi cuma memberikan jaket kepunyaannya, dan bilang kalau ini punya dia.

Melody lalu menunjuk jaket kulit yang kini ada di genggaman tangan kanan Ricky, Nabilah dan Frieska memanggut-manggut.

Frieska: Wah, kak Imel. Mungkin aja ingatan kak Ricky kembali, makanya tadi ia sakit kepala sehabis lihat jaketnya.

Melody: Eh, bener juga ya Mpris. Tapi Ricky belum siuman nih, ada minyak kayu putih gak?

Nabilah: Aduh, minyak kayu putih sudah habis, Kak. Kemarin aku pakai karena sakit perut.

Melody: Emm, yaudah deh, kita tunggu aja Ricky siuman sendiri.

Ketiga gadis itu menunggu, Nabilah dan Frieska duduk pada sofa di belakang Melody yang masih berlutut menunggu sadarnya Ricky. Sekitar 2 menit kemudian, perlahan Ricky mulai membuka matanya, ia melihat langit-langit ruangan itu barulah menatap Melody, ia masih mengingat jelas semua kejadian selama ia amnesia termasuk mulai tumbuhnya rasa cinta pada wanita yang kini ditatapnya.

Melody: Ricky, kamu baik-baik saja kan?

Ricky: Eh, Melon. Aku baik-baik aja kok. Dimana ini? Masih di rumahmu?

Melody: Iya, Ricky. Tadi kamu tiba-tiba pingsan.

Ricky kemudian membenarkan posisinya untuk kembali duduk, Melody ikut duduk di samping kirinya.

Ricky: Eh, ada Nabilah dan Frieska.

Frieska, Nabilah: Kak Ricky tadi sakit kepala ya?

Ricky mengangguk, lalu setelah berterimakasih pada Tuhan dalam pikirannya, ia segera mengeluarkan smartphone dari saku celana jeansnya yang kanan, dan mulai chat LINE dengan Michelle.

Ricky: Lele sayang, kamu lagi ngapain?

Michelle: Aku lagi nonton drama korea bareng Shani, Yupi, kak Shania, juga kak Hanna. Sejam yang lalu kan aku sudah bilang waktu kak Ricky ngabarin aku, lupa ya?

Ricky: Oh, gitu. Yasudah, Kakak mau pergi dulu ke sebuah acara dulu ya.

Michelle: Eh, bentar-bentar Kak.

Ricky: Kenapa?

Michelle: Kakak sudah gak amnesia lagi ya?

Ricky: Kenapa kamu bisa berpikiran begitu, Lele sayang?

Michelle: Itu barusan Kakak manggil aku ‘Lele sayang’. Biasanya kan cuma namaku. Beneran nih?

Ricky: Kasih tahu gak ya...

Michelle: Ih, kak Ricky gitu amat sih.

Ricky: Hahaha, sudah pasti dong tebakanmu benar.

Michelle: Yey! Aku akan beritahu Richard dan mbok Ijah, juga teman-temanku. Kakak have fun ya perginya.

Ricky: Hehe, iya-iya. Salam buat teman-temanmu juga.

Melody yang dari tadi juga melihat percakapan itu lalu ditatap Ricky. Ia langsung bertanya pada pria itu.

Melody: Ricky, kamu...

Ricky: Iya, Melon. Kamu udah baca kan tadi.

Melody: Jadi ingatanmu sudah kembali seutuhnya?

Ricky mengangguk sambil tersenyum, Melody tanpa sadar langsung memeluk Ricky untuk meluapkan kegembiraannya. Beberapa detik kemudian ia melepaskan pelukan itu.

Melody: Eh, maaf Ricky.

Ricky: Haha, ngapain minta maaf? Lanjut dong.

Melody: Ih, enggak ah.

Melody memeletkan lidah pada Ricky, yang disambut tawa pria itu. Lalu mereka berdua mendengar suara deheman Frieska dan Nabilah.

Ricky: Kenapa Mpris, Nab? Tenggorokan kalian gak enak?

Nabilah: Huh, pura-pura gak tahu nih kak Ricky.

Ricky: Gak tahu apaan?

Frieska: Masa kami jadi obat nyamuk sih, kak Imel.

Melody: Obat nyamuk apaan? Lebay deh kalian, hihihi.

Ricky: Iya nih, maksudnya apa ya obat nyamuk? Disini kan gak banyak nyamuk.

Kedua adik Melody itu cemberut, sedangkan Melody dan Ricky menertawai sikap mereka. Baik Ricky maupun Melody sebenarnya tahu maksud dari perkataan Frieska dan Nabilah, tapi mereka pura-pura tidak tahu agar tidak digodain terus.

Setelah mendapat ‘ucapan selamat’ dari Frieska dan Nabilah, Ricky beserta Melody akan pergi ke acara pernikahan tetangganya Melody. Jaket itu diletakkan di sofa ruang tamu, nanti pulangnya barulah Ricky akan membawanya. Mereka naik motornya Ricky dan Melody berpegangan pada pundaknya. Belasan menit sesudahnya mereka pun sampai di tempat tujuan, dan banyak tamu di sana yang mengira Melody berpacaran dengan Ricky, karena mereka tidak biasanya melihat Melody bersama cowok. Setelah acara selesai 2 jam kemudian, Melody diantar pulang oleh Ricky.

Ricky sudah memakai jaket kulitnya, ia berbicara sebentar dengan Melody di depan pintu rumah.

Melody: Ricky, maaf ya tadi beberapa tamu undangan ngiranya kamu adalah pacar aku.

Ricky: Hahaha, untuk apa kamu minta maaf? Kan kamu tadi tidak bilang ‘iya’. Lagian aku gak masalah kok kalau jadi ‘pacar pura-pura’ hehehe.

Melody tersenyum, kemudian ia kembali bicara.

Melody: Jadi, kamu beneran udah ingat semuanya? Kalau begitu maaf ya aku gak kembaliin jaket ini lebih cepat.

Ricky: Sstt, jangan minta maaf soal ini, lagipula hari ini lebih cepat daripada perkiraan waktu aku akan ingat kembali semuanya, jadi seharusnya....

Melody: Seharusnya apa?

Ricky: Jadi seharusnya aku berterimakasih padamu, dengan kamu menunjukkan jaketku ini jadi aku bisa lebih cepat mendapat kembali semua ingatanku. Dan sebenarnya ada yang unik di jaket ini, tapi aku tadi tidak melihatnya untuk proses kembalinya ingatanku.

Melody: Unik apanya?

Ricky: Tunggu dulu ya.

Ricky melepas jaketnya, ia lalu menunjuk sebuah tulisan ‘R.K.’ di bagian dalam punggung jaket itu sehingga kalau jaket itu dikenakan maka huruf itu tidak akan kelihatan.

Melody: Itu yang unik? Inisial ‘R.K.’ kan?

Ricky: Kamu benar, Melon. Jadi ini aku buat dengan jahitan tangan sendiri, karena awalnya jaket ini gak ada huruf besar ini. RK adalah namaku, Ricky Kusnadi.

Melody: Kamu bisa menjahit ya? Huruf itu kamu sendiri yang jahit?

Ricky: Waktu itu kelas 2 SMA, aku ke sebuah tempat jahitan dan belajar untuk menjahit membentuk huruf ini aja, setelah itu enggak lagi deh. Dan untuk membuat huruf ini dengan jahitan sendiri gak terlalu mahal, apalagi tempatnya milik sepupunya Widya dan pemiliknya tahu aku temannya Widya.

Melody memanggut-manggut, Ricky kembali memakai jaketnya sehingga huruf ‘R.K’ itu tersembunyi.

Ricky: Sekali lagi thanks ya, ingatanku pulih berkat kamu.

Melody: Iya sama-sama, aku seneng kok kamu gak kayak orang linglung lagi hihi.

Ricky tertawa ringan, lalu Melody kembali bicara.

Melody: Kamu juga harus berterimakasih pada Tuhan, karena sudah mengembalikan ingatanmu.

Ricky: Iya, tadi udah kok waktu aku siuman.

Melody: Masa sih?

Ricky: Beneran, tadi kan aku ngucapinnya di pikiran.

Melody: Hmm... jadi kamu mau memberitahu teman-teman kampus besok?

Ricky: Kayaknya enggak dulu deh, cukup kamu aja dulu yang tahu. Nanti Senin mungkin aku beritahu Ega dan Jerry, yang lain biar mereka tahu sendiri, hehe.

Melody tersenyum dan dibalas juga senyuman Ricky, pria itu lalu pamit pulang padanya. Mereka saling melambaikan tangan, setelah motor Ricky tidak terlihat barulah Melody kembali masuk ke dalam rumahnya.

~------------------------0O0------------------------~

Pagi harinya, Ricky yang sudah selesai mandi lalu berangkat kerja sambil bersiul-siul, para penghuni kos sudah tahu dari kemarin malam saat Jeje diberitahu Michelle mengenai kabar Ricky yang sudah kembali ingatannya. Di SKYPILLAR HOTEL, Ricky juga memberitahu Pak Jono, Sally, dan juga Ayahnya Desy. Ketika Anthony dan Ricky telah selesai jam kerja, Ricky berterimakasih sekali lagi pada Anthony yang sudah mendonorkan darahnya, dan Anthony juga senang karena Ricky bisa jadi teman curhatnya lagi ketika ia stress menghadapi perkuliahan di universitas Pamarang.

Malamnya, suasana makan malam di tempat kos sudah seperti sediakala, Ricky ikut dalam obrolan dengan Rama dan Andrew mengenai klub-klub Liga Inggris. Mereka semua bahagia menyambut ‘jati diri’ Ricky di tempat kos.

Selesai makan malam, Ricky menerima video call dari Michelle di kamarnya, ia melihat Richard yang senang sambil terus menjulurkan lidah. Mereka mengobrol selama sejam lebih, barulah Ricky hendak istirahat setelah Michelle menyudahi video call itu.

Hari Senin tiba lagi, Ricky bersiap berangkat ke kampus, ia diminta Sendy untuk bareng karena Sendy ada urusan administrasi. Selagi motor melaju, Sendy memeluk Ricky yang mengerem karena ada kucing melintas. Tibalah mereka di parkiran motor Gedung Selatan, dan Ricky tidak menuju parkiran gedung Timur lagi karena ada tempat parkir kosong. Ia tahu biasanya parkiran motor ini selalu penuh, tapi beruntungnya hari ini tidak jadi Ricky bisa memarkir motor disana. Apalagi tidak ada peraturan tertulis kalau mahasiswa yang berkuliah di Gedung Timur harus memarkirkan motornya juga di parkiran Gedung Timur.

Sesampainya di ruang kelas, Ricky langsung memberitahu Ega dan Jerry, kedua sahabat sekelasnya itu mengucapkan selamat juga dan menanyakan apa pemicunya. Ricky berniat memberitahu pada saat nanti makan.

Waktu istirahat pagi dimulai, Ega dan Jerry duduk semeja dengan Ricky karena mereka ingin mengetahui cara Ricky bisa kembali ingatannya.

Ega: Jadi gimana Ky, owe penasaran nih apa bener ingatan elu udah kembali?

Jerry: Iya Ky, siapa tahu lu pura-pura sudah ingat semuanya.

Ricky: Ckck, gak percaya? Gini ya, lu pernah nahan tawa di kelas kan Jer?

Jerry: Hmm, nahan tawa kenapa?

Ricky: Karena pacar elu Mita menyebutkan keadaan mahasiswa di kelasnya yang akan dihukum, ketahuan tidur di kelas. Terus elu pernah mau kenalan dengan Widya.

Ega tertawa, begitu juga Jerry, mereka yakin kalau Ricky memang sudah kembali ingatannya.

Ricky: Nah, jadi begini penyebab gue bisa ingat kembali semuanya.....

Ega dan Jerry menyimak ketika Ricky menceritakan kejadian di hari Sabtu lalu. Kedua sahabat yang sekelas dengan Ricky itu memanggut-manggut.

Ega: Oh, rupanya begitu, penyebabnya jaket yang pernah lu titipin pada Melody.

Jerry: Wah, kalau begitu jaket itu mistis dong Ky.

Ricky: Haha, lebay lu Jer, mistis segala istilahnya.

Mereka memesan makanan yang sama, Ricky berniat mentraktir 2 temannya itu. Selesai makan, tiga mahasiswa Fakultas Psikologi itu membahas mengenai mata kuliah tadi.

Di meja lain, Melody juga memberitahu Veranda yang terheran bagaimana caranya Ricky bisa kembali ingatannya.

Ve: Oh gitu ya Kak. Jadi kemungkinan kalau dari waktu itu kak Melody kepikiran untuk mengembalikan jaket bang Ricky, dia bisa langsung pulih ingatannya dong?

Melody: Ya gitu deh, aku kok gak kepikiran ya, kalau aja dari hari pertama dia amnesia aku sudah menunjukkan jaket itu, pasti Ricky gak sempat jadi orang linglung.

Ve: Kak Melody, itu bukan salahmu, belum tentu juga kan kalau lebih cepat ditunjukkan jaket itu ingatan bang Ricky langsung kembali.

Melody: Iya, makasih ya Ve. Oh iya, abang kamu setuju kalau kamu pacaran dengan Ega?

Ve: Hihi, benar kak Mel, waktu itu kak Rendy acting dan Aaron diam aja, jadi waktu itu aku mikir ‘Pasti kak Rendy lagi iseng’, soalnya udah kebiasaan begitu kalau kak Rendy lagi acting Aaron pasti gak ikut-ikutan.

Melody: Hihi, ada-ada saja.

Kedua mahasiswi itu membicarakan hal lain, dan di meja lain Naomi yang duduk bareng Stella juga membahas pulihnya ingatan Ricky.

Stella: Jadi, Ricky udah pulih ingatannya ya Mi?

Naomi: Iya Stel, aku seneng deh ngelihat dia sudah seperti biasanya lagi di tempat kos.

Stella: Wah, berarti intervention aku berhasil dong.

Naomi: Intervention apa maksudmu, Stel?

Stella: Kan aku pernah ketemu Ricky minggu lalu, jadi dia sempat ingat tentang aku yang curhat ke dia waktu SMA.

Naomi: Kamu curhat apa ke Ricky waktu SMA?

Stella: Ya itu dong, Mi. Soal perasaanku pada Jonathan, teman sekelasnya Ricky.

Naomi: Oh, gitu ya. Jadi Ricky gimana waktu dengar kamu curhat?

Stella: Ricky bilang mau bantu aku biar bisa jadian dengan Jonathan, soalnya pacar Jonathan waktu itu pernah ketahuan selingkuh oleh Ricky. Tapi aku gak mau.

Naomi: Loh, kenapa Stel?

Stella: Soalnya aku tidak ingin merasa jadi perusak hubungan orang gitu, kalau waktu itu Jonathan sendiri yang mutusin pacarnya baru deh aku mau dekatin dia, tapi sayangnya enggak, aku gak tahu dia putusnya kapan, mungkin setelah lulus SMA deh.

Naomi: Hmm, jadi kamu masih mengharapkan Jonathan?

Stella: Aku sih masih naksir dia, Mi. Tapi aku lihat pacar dia yang sekarang sepertinya baik, jadi aku tidak mau ganggu hubungan mereka deh.

Naomi: Yaudah, jangan dibahas lagi ya, nanti kamu tambah sedih.

Kedua mahasiswi semester 2 itu membahas materi kuliah tadi. Waktu istirahat berakhir, Ricky bersama Ega dan Jerry kembali ke ruangan perkuliahan. Selagi menunggu dosen, mereka kembali berbicara.

Ricky: Jadi gimana Jer, Mita masih suka cemburuan gak?

Jerry: Udah enggak dong, gue kan udah jarang jelalatan hehehe.

Ega: Owe rasa sih itu karena dia capek ceramahin lu terus Jer, hahaha.

Jerry bersungut-sungut ditertawai Ega dan Ricky. Dosen mereka selanjutnya masuk kelas dan memulai perkuliahan.

Sore harinya, di tempat kos sudah terjadi pembicaraan mengenai Ricky di ruang tamu. Ada Rama, Andrew, dan dokter Evan yang baru pulang.

Andrew: Bang dokter, I berterimakasih pada you.

Evan: Haha, berterimakasih apa Drew?

Andrew: Karena Ricky sudah kembali ingatannya, ini berkat perkiraan you sebagai dokter.

Evan: Hmm.... Aku hanya menjalankan tugas kok, lagipula kalau misalkan ingatan Ricky tidak kembali tanggal 23 nanti, aku belum tahu kapan kembalinya.

Rama: Tapi bang, kalau bang dokter tidak memperkirakan itu, pasti teman-teman Ricky tidak berusaha untuk melakukan intervention.

Evan: Sebenarnya ini kehendak Tuhan, jadi kalian tidak perlu berterimakasih padaku tapi kepada Tuhan. Dan kalau yang kalian katakan barusan benar, artinya teman-teman Ricky yang berperan penting dalam kembalinya ingatan dia.

Rama dan Andrew memanggut-manggut, mereka lalu mengajak Evan menonton berita di TV. Evan selama tinggal disana belum pernah menonton TV, karena sibuk terus.

Di kedai Pak Jono, Ricky sudah selesai makan dan berbicara dengan Sally dan Anthony.

Sally: Jadi gimana, Ricky? Kan sekarang ingatanmu sudah kembali sepenuhnya.

Ricky: Lah, terus kenapa mbak?

Sally: Kamu ingat kan pada mantan pacarmu?

Ricky: Akicha? Memangnya kenapa, mbak?

Anthony: Lu gak beritahu dia juga, Ky?

Ricky: Hmm, enggak deh. Lebih baik tidak, biar dia bisa move on dan mencintai Edo-san yang sudah menjadi tunangannya.

Anthony: Lu ada rencana gak untuk beritahu Edo-san?

Ricky: Kayaknya sih gak usah juga, gue yakin kalau Edo-san tahu dia akan memberitahu Akicha juga, nanti Akicha susah move on dari gue.

Sally: Iiih, PD banget hahaha.

Ricky dan Anthony juga tertawa, mereka bertiga kembali bekerja setelah membayar makan malam itu. Sepulangnya Ricky dari tempat kerja, ia menelusuri gelapnya tempat kos dengan cahaya dari smartphone-nya, sambil berjalan ia mengirim SMS pada Michelle untuk memberi kabar. Alhasil ia kejedot pintu kamarnya. Setelah mengusap-usap hidungnya barulah Ricky masuk kamarnya untuk beristirahat.

Di hari Selasa pagi, Ricky hendak pergi kuliah tapi ditahan oleh Elaine yang meminta diantar agar tidak telat, ia tidak keberatan karena ingin mengobrol dengan satpam sekolah. Di depan gerbang sekolah Tunas Bangsa, Elaine turun dan bergegas ke kelasnya, Ricky mengobrol sebentar dengan satpam di pos kemudian ia berangkat ke kampus.

Hari ini Ricky kembali memarkirkan motor di parkiran Gedung Timur, dilihatnya masih setengah lahan parkir itu belum terisi. Ricky berpikir mungkin karena waktu masih banyak untuk tidak terlambat karena jam perkuliahan pagi paling cepat di universitas itu adalah pukul 8 pagi sedangkan sekarang baru pukul 7:18 pagi.

Dengan waktu yang masih banyak, Ricky segera menuju kantin Gedung Utara untuk menggunakan wifi, selagi browsing ia tak sadar kalau ada seseorang mendekati mejanya dari belakang. Orang itu lalu menutup kedua matanya. Ricky kaget dan ia meletakkan smartphone di meja, lalu memegang tangan orang itu. Ia tersenyum mengetahui siapa yang menutup matanya, karena ia pernah gandengan tangan dengan orang itu beberapa hari lalu.

Ricky: Pasti Melon kan? Hahaha.

Terdengar suara tawa dari Melody, ia duduk di samping Ricky.

Melody: Kamu gak masuk kelas, Ricky?

Ricky: Ini masih terlalu cepat untuk masuk kelas, kamu baru datang ya?

Melody: Iya, aku tadi bangun lebih cepat dan gak bisa tidur lagi, jadi aku putuskan lebih cepat datang deh, biar bisa diantarin Frieska.

Ricky: Oh, jadi kalau biasanya kamu gak cepat datang berarti kamu bukan diantar Frieska?

Melody: Iya, soalnya Frieska kan bawa mobil ke sekolah, jadi aku naik taksi deh.

Ricky: Gak takut digangguin?

Melody: Enggak, kenapa harus digangguin?

Ricky: Soalnya kamu kan cantik, hehehe.

Melody: Ih, bisa aja gombalnya, hahaha.

Ricky dan Melody tertawa beberapa detik barulah Ricky kembali bicara.

Ricky: Kamu dulu sekolahnya dimana, Melon?

Melody: Aku dulu di SMA Nusa Harapan.

Ricky: Oh, jadi kamu dulu satu sekolah dengan Ve ya?

Melody: Iya, kok kamu bisa tahu?

Ricky: Ega pernah cerita padaku, dimana sekolahnya Ve dulu.

Melody: Oh iya. Eh aku beli permen dulu ya Ky.

Ricky: Untuk apa kamu beli permen? Kan kamu sudah manis, heheh.

Melody tertawa mendengar gombalan Ricky, ia beranjak untuk membeli permen. Ricky kembali memegang smartphone-nya. Tapi belum sempat menekan nomor PIN, datanglah 2 orang mahasiswi duduk berhadapan dengan Ricky, yaitu Akicha dan Ayana.

Ricky: Eh, kalian. Ada apa ya?

Ayana: Ricky-kun, apa benar kamu sudah ingat semuanya?

Ricky: Iya, kamu tahu darimana, Ayana?

Ayana: Aku diberitahu Mami Jeje, dan Aki-san mau bicara denganmu karena ingatanmu sudah kembali, Ricky-kun.

Melody kembali ke meja itu, dan ia heran melihat Akicha dan Ayana. Ia segera tersenyum dan dibalas senyuman juga oleh dua mahasiswi berdarah Jepang itu.

Melody: Ricky, aku ke kelas duluan ya. Bye, Akicha, Ayana.

Baik Ricky maupun Akicha dan Ayana hanya mengangguk, kemudian kembali Ayana buka suara.

Ayana: Ricky-kun, karena ingatanmu sudah kembali, apakah cintamu pada Aki-san juga kembali? Itu yang ingin ditanyakan oleh Aki-san.

Ricky: Oh, soal itu. Begini ya, aku memang sudah ingat semuanya, aku ingat kalau aku pernah mencintai Akicha.

Ayana: Maksudmu ‘pernah’? Jadi kamu sekarang tidak lagi mencintai Aki-san?

Ricky: Maaf, sayang sekali begitu. Sebenarnya sebelum aku hilang ingatan, aku sudah mulai bisa menerima kenyataan perjodohan itu, dan aku sudah bisa menghapus rasa cinta itu. Karena aku ingin Edo-san yang kuanggap saudara bisa mendapat cinta dari Akicha.

Ayana menjelaskan penuturan Ricky pada Akicha, kemudian mantan pacar Ricky itu kembali bertanya.

Ayana: Aki-san mau tanya, apakah kamu sudah mencintai wanita lain, Ricky-kun?

Ricky: Sejujurnya sih, iya, tapi itu terjadi saat aku amnesia. Dan aku takut rasa cinta itu bisa hilang dengan kembalinya semua ingatanku, tapi ternyata sekarang aku masih merasakannya pada wanita itu.

Ayana memberitahu apa yang dikatakan Ricky pada Akicha, dan Akicha juga bertanya lagi.

Akicha: Ricky-kun, the woman you love... Melody-san, right?

Ricky: Yeah, you’re right.

Akicha: Does she love you too?

Ricky: I do not know, Akicha. I haven’t tell her about this.

Akicha kembali bicara dalam bahasa Jepang lalu Ayana menerjemahkan kepada Ricky.

Ayana: Aki-san bilang kalau kamu memang mencintai Melody-san kenapa kamu tidak segera mengungkapkan padanya?

Ricky: Aku belum siap, lagipula rasa cinta ini masih sedikit, aku akan menunggu hingga rasa cintaku padanya lebih besar, barulah aku akan mengungkapkan padanya.

Ayana mengatakannya pada Akicha, kemudian Ricky bicara lagi.

Ricky: Apakah aku bisa minta tolong, agar kalian tidak memberitahu Melody atau siapapun, biarlah ini menjadi urusanku saja.

Ayana tersenyum, ia kembali memberitahu Akicha yang kemudian juga tersenyum, dan berkata sesuatu yang panjang dalam bahasa Jepang.

Ayana: Aki-san bilang kalau dia janji akan merahasiakan ini dari siapapun, cuma kita bertiga yang tahu. Tapi Aki-san juga merasa kalau Melody-san mencintaimu, Ricky-kun. Jangan terlalu lama membiarkan dia menunggu. Aki-san sekarang akan mulai melupakan rasa cintanya padamu setelah tadi mendengar penjelasanmu, ia janji akan mencintai Edo-san.

Ricky: Thank you for your understanding, Akicha. I hope Edo-san will always take care of you, and keep on making happiness for you.

Akicha: Arigato, Ricky-kun. We will take our leave now.

Ricky mengangguk, kedua mahasiswi Fakultas Sastra Inggris itu pun berlalu dari kantin, menyisakan Ricky sendiri di meja itu. Ia merenung, memikirkan kapan waktu yang tepat untuk menyatakan rasa cintanya pada Melody. Menurutnya, tidak mungkin dalam beberapa hari ini, ia juga perlu yakin kalau perhatian Melody padanya adalah benar-benar cinta, bukan sekedar perhatian pada teman kampus.

Saat istirahat tiba, Melody sedang duduk sendiri menunggu pesanannya, Ricky kemudian duduk di sampingnya dan membuat mahasiswi itu sedikit terkejut.

Melody: Eh, Ricky.

Ricky: Hai, Melon, kamu pesan apa?

Melody: Aku pesan nasi goreng aja, kamu belum pesan?

Ricky: Belum, eh kamu lihat Apel gak?

Melody: Enggak, aku belum lihat dia dari tadi, mungkin dia ke kantin Gedung Selatan.

Ricky: Oh, kalau begitu aku pesan makan dulu ya.

Melody mengangguk, ia kembali memainkan smartphone-nya. Ricky sendiri memesan nasi padang dan ia duduk di samping mahasiswi itu dengan membawa sepiring nasi padang dan sebotol Fruit tea.

Ricky: Kamu main apa itu?

Melody: Ini, game Let’s Get Rich. Seru loh, kamu mau coba?

Ricky: Enggak deh, haha. Aku lebih suka game yang ada action-nya.

Melody berhenti memainkan game itu karena nasi goreng pesanannya sudah tiba. Mereka berdua mulai makan, dan baru beberapa sendok nasi goreng dilahapnya, Melody merasa kepedasan, ia langsung meminum Fruit tea itu dari sedotannya. Ricky menatapnya heran.

Ricky: Kenapa, Melon? Kepedasan ya?

Melody: Haah, iya Ricky. Eh maaf aku tadi minum Fruit tea kamu.

Ricky: Udah gak apa-apa, minum aja lagi kalau masih kepedasan.

Melody meminum sedikit lagi Fruit tea hingga isinya hanya tinggal setengah botol. Ia baru merasa tidak pedas lagi.

Melody: Makasih ya Ricky.

Ricky: Iya, gimana? Kamu gak tahan pedas kok mesannya makanan pedas?

Melody: Aku tadi bilang kalau jangan pedas kok, Ricky.

Kemudian seorang pegawai kantin datang dan meminta maaf karena rupanya pesanan nasi goreng yang tidak pedas punya Melody tertukar dengan nasi goreng pedas. Cabenya rupanya kecil-kecil dan tersembunyi sehingga Melody tidak tahu kalau akan terasa pedas. Lalu pegawai kantin itu memberikan sebotol teh SOSRO gratis untuk Melody.

Ricky: Hahah, rupanya tertukar, pasti karena terlalu ramai.

Melody: Ricky, ini teh SOSRO buat kamu aja.

Ricky: Enggak deh, buat kamu aja, kan itu masih banyak nasi gorengnya. Sayang kalau gak dimakan semua loh.

Melody: Tapi aku gak tahan pedas.

Ricky: Hmm, gini aja deh, kita tukaran makanan, aku juga baru makan beberapa sendok nasi padang ini. Tidak pedas kok.

Melody: Kamu bisa tahan pedas?

Ricky: Ya.... sedikit sih, daripada gak habis makanannya, kan sayang. Gimana?

Melody: Emm, oke deh.

Mereka langsung bertukar piring, dan melanjutkan makan. Ricky yang dulunya sering makan makanan pedas pun bisa memakan nasi goreng itu sampai tersisa 3 sendok, walaupun ia keringatan di sekujur wajahnya. Ricky mengambil tisu beberapa lembar di sebuah kotak tisu pada meja itu, ia mengelap semua keringatnya barulah ia kembali meminum Fruit tea yang tersisa setengah dari sedotan sampai habis.

Melody sudah menghabiskan nasi padangnya, ia hanya minum setengah botol teh SOSRO, dan beranjak dari tempat duduknya.

Melody: Ricky, ini teh SOSRO-nya sisa setengah, minum habis ya, kan sayang kalau gak diminum habis. Aku ke kelas duluan.

Ricky tertawa ringan dan mengangguk, ia melihat Melody membayar nasi goreng tadi dan berlalu dari kantin itu. Sementara Ricky melahap 3 sendok terakhir nasi goreng itu dan sedikit berkeringat lagi, ia mengelap keringat dengan tisu kemudian meminum habis setengah botol teh SOSRO yang tadi disisakan Melody.

Setelah membayar, Ricky menuju kelasnya kembali. Ia ditanyai Ega dan Jerry.

Ega: Ky, lu kenapa? Kok owe lihat kayak habis keringatan?

Jerry: Lu tadi makan pedas ya Ky?

Ricky: Memangnya kalian tadi gak lihat kalau gue makan makanan yang pedas?

Ega dan Jerry menggeleng, kemudian Ricky terkekeh.

Ricky: Berarti kalian tadi asyik pacaran, makanya gak tahu.

Ega: Owe lihat lu tadi duduk bareng Melody kan?

Jerry: Lagian gimana kami bisa tahu kalau lu makan pedas, emangnya nasi padang pedas ya?

Ricky: Iya, tadi gue duduk bareng Melody. Gue emang mesen nasi padang dan tidak pedas tapi makanan yang pedas itu nasi goreng pesanannya Melody padahal dia gak pesan yang pedas.

Ega: Oh, terus-terus?

Ricky: Rupanya pesanannya tertukar, jadi setelah beberapa sendok gue lihat dia kepedasan jadi gue nawarin untuk tukar aja deh.

Jerry: Jadi dia setuju?

Ricky: Iya, dan habis tukaran piring kami langsung makan.

Jerry: Tunggu dulu Ky, gue mau nanya sesuatu. Lu tadi beneran tukaran piring terus langsung makan?

TO BE CONTINUED...

By: E.D.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Between Dream And Reality, Part 12

GALLANT IMPACT, Chapter 25

GALLANT IMPACT, Chapter 29