Between Dream And Reality, Part 17
Part 17: Past Incest
Warning: Diharapkan
yang membaca berumur 18+(18 tahun atau lebih). Terimakasih atas perhatiannya.
Sehari sebelum tahun ajaran baru,
yang akan berlangsung tanggal 18 Juli 2016. Kini Aldo sedang bersiap untuk
tidur setelah tadi menemani kakaknya menonton sebuah film berjudul Final Destination yang ditayangkan di TV
dari pukul 8 malam hingga selesai pukul 10. Ia heran kenapa sejak malam pertunangannya
dengan Naomi, ia tidak pernah melanjutkan kehidupan mimpinya yang sedang dalam
acara pertunangan dengan Shania. Ia hanya kadang bermimpi aneh yang tidak berhubungan
dengan kehidupan mimpinya, dan juga tidak bermimpi apapun.
Aldo’s dream start...
Kini Aldo berada di sofa ruang
tamu rumahnya, ia beserta kedua orang tuanya dan Melody baru saja pulang dari
acara pertunangan di rumah Shania. Sekarang masih tanggal 28 Juni 2017 dan
jam dinding di atas TV menunjukkan pukul 9 lewat 50 menit. Ayah dan Ibunya Aldo
sepertinya sudah masuk kamar mereka yang terletak tak jauh dari ruang tamu itu.
Pria remaja ini masih mengenakan jas hitam dengan kemeja warna coklat gelap dan
celana panjang warna hitam juga, ia terus memandangi jari manis tangan kanannya
yang sudah ada cincin pertunangan dengan ukiran huruf C.S.J yaitu nama
tunangannya ‘Crescentia Shania Junianatha’. Cincin khusus yang dibuat untuk
menandakan mereka berpasangan, karena Shania juga mengenakan cincin berukiran
huruf A.V.L yaitu Aldo Vorgian Laksani.
Lamunan Aldo dihentikan oleh
tepukan di pundak kanannya, ia menoleh dan ternyata itu adalah Melody yang
tersenyum padanya. Kakaknya ini masih mengenakan dress warna biru gelap dengan
belahan dadanya terlihat sedikit olehnya. Aldo agak terpukau dengan penampilan
Melody.
Melody: Hei, kamu kok melamun,
awas nanti kerasukan loh.
Aldo: Eh, Kakak belum tidur?
Melody: Kakak mau ngucapin
selamat atas pertunanganmu dengan Shania.
Aldo: Bukannya tadi di rumah
Shania udah ya?
Melody: Iya, tapi kan aku tadi
mengucapinnya sebagai kakak kamu. Sedangkan aku belum mengucapin sebagai wanita
yang pernah mencintaimu.
Aldo: Eh, ini kenapa ya Kakak
tiba-tiba ngomong begitu? Maksudnya apa sih kalau Kakak pernah mencintaiku?
Melody: Kamu lupa ya? Waktu itu
kan aku pernah menyatakan rasa cinta pada kamu, Aldo. Bukan cinta antar
saudara, tapi cinta antar pria-wanita.
Aldo terkejut, ia mulai coba
mengingat apa yang baru saja dikatakan Melody.
Flashback start...
Tanggal 21 Januari 2017, di dapur
rumahnya Aldo ketika malam dan waktu di jam dinding menunjukkan pukul 9 lewat
42 menit. Aldo baru saja menyudahi pembicaraan di telepon dengan Shania, ia
memasukkan kembali smartphone-nya ke dalam kantong celana boxer selututnya. Ia
keluar dari dapur dan terkejut mendapati Melody berada di samping meja makan
yang memang terletak dekat luar dapur. Dilihatnya kakaknya ini sudah mengenakan
pakaian tidur.
Aldo: Eh, Kakak. Kok belum tidur?
Melody: Kakak mau bicara sesuatu
dengan kamu, Aldo.
Aldo: Mau bicara apa, Kak?
Melody: Kita bicara di ruang tamu
saja.
Aldo mengikuti Melody berjalan
menuju ruang tamu, mereka kemudian duduk di sofa panjang dan berhadapan. Aldo
dipeluk oleh kakaknya, dan wanita itu mulai buka suara.
Melody: Kakak mau
kamu putus dengan Shania.
Aldo tentu terkejut, namun ia
langsung menanyai kakaknya yang sudah melepas pelukan.
Aldo: Kenapa,
Kak? Bukannya dia cewek yang baik menurut Kakak?
Melody: Iya, Kakak
tahu. Tapi...
Aldo: Tapi apa,
Kak? Apakah feeling Kakak bilang dia
bukan cewek yang baik?
Melody: Bukan begitu
dek, tapi...
Aldo: Bilang
saja Kak, aku perlu tahu kenapa Kakak mau aku putus dengan Shania.
Melody: Itu
karena... Kakak mencintaimu, Aldo.
Lagi-lagi Aldo terkejut, tapi ia
segera merespon perkataan kakaknya ini.
Aldo: Emm... bukankah memang
seharusnya begitu, Kak? Kita kan bersaudara, aku juga mencintaimu Kak.
Melody: Bukan itu maksudku, Aldo.
Aku mencintai kamu sebagai wanita kepada pria, bukan sebagai kakak kepada adik.
Makanya aku mau kamu putus dengan Shania dan menjadi kekasihku, aku juga akan
putus dengan Kalvin. Kita bisa menjalin hubugan ini diam-diam.
Aldo: Eh.... Jangan Kak, jangan
putus dengan kak Kalvin. Aku juga tidak ingin putus dengan Shania. Aku rasa
Kakak sedang tidak berpikiran jernih, pasti Kakak sedang PMS ya?
Melody: Tidak, Aldo. Aku sudah
melewati masa PMS beberapa hari lalu. Aku kini berpikiran jernih, dan aku tidak
gila ataupun kerasukan. Aku adalah Melody Nurrramdhani Laksani, wanita yang
mencintaimu, Aldo Vorgian Laksani.
Aldo: Emmm..... Aduh, kenapa
Kakak tiba-tiba begini, lagipula apa penyebab kamu mencintai diriku? Bukankah
Kak Kalvin lebih tampan dari diriku yang tidaklah tampan, dan dia juga pria
yang baik.
Melody: Kalvin memang pria yang
tampan dan baik, Aldo. Tapi aku sebagai wanita tidaklah mencintai pria dari
wajahnya tetapi dari sifatnya. Kalvin orangnya pemalu, dan dia kadang tidak
pengertian dengan diriku, maksudku adalah dia kaku dalam hubungan percintaan.
Aku baru ciuman sekali dengan dia, dan aku merasa kalau hubunganku dengannya
sedikit hambar. Kamu pasti mengerti maksudku, karena kamu adalah pria yang
pengertian denganku.
Aldo: Ckck, jadi Kakak
mencintaiku sebagai pengalihan atau pelarian hubungan asmara Kakak yang terasa
hambar?
Melody: Enggak, Aldo. Sebenarnya
Kakak mencintaimu sudah sejak umur 17 tahun dan kamu baru berumur 15 tahun.
Perasaan itu muncul sendiri sejak saat itu, apalagi perhatian yang kamu berikan
kepadaku sangat banyak sehingga aku tak tahan lagi untuk menyembunyikannya,
makanya kini aku memberitahumu, agar kamu mau membalas rasa cintaku ini.
Aldo nampak berpikir sebentar, kemudian
ia bicara lagi.
Aldo: Kakak, ingatlah sekali lagi
kalau aku dan kamu punya darah yang sama. Aku harap kamu bisa terus menjalani
hubungan dengan kak Kalvin. Aku sudah memilih Shania sebagai kekasih, dan aku
sangat mencintai dia. Maaf, aku tidak bisa menjadikanmu kekasihku.
Melody: Aldo, andai kata aku
bukan kakakmu, atau bisa dibilang kita tak punya hubungan darah. Apa kamu mau
memilih aku sebagai kekasihmu?
Aldo: Aku gak bisa, Kak.
Melody: Kenapa sih, dek? Kakak
kalah cantik dibandingkan Shania?
Aldo: Bukan begitu, Kak.
Melody: Atau karena Shania lebih
tinggi?
Aldo: Bukan juga, Kak.
Melody: Terus kenapa dong?
Aldo: Gini ya Kak, mau gimanapun
juga, hati aku sudah lebih dulu memilih Shania. Kak Mel harus tahu, sebenarnya
aku sempat merasakan hal itu juga, sebelum aku tinggal kelas. Artinya sebelum
aku bertemu Shania, aku punya sedikit rasa cinta padamu sebagai pria, bukan
sebagai adikmu.
Melody: Hmm, benarkah itu?
Aldo: Benar, Kak. Aku cinta pada
Kakak karena aku lihat Kakak tidak mempermasalahkan aku yang tidak pernah juara
1 di kelasku, sementara Kakak selalu juara 1 di kelas sejak SD dulu, aku senang
selalu di-support oleh dirimu, Kak. Kakak juga tidak pernah merasa malu akibat
itu, aku rasa pasti ada beberapa teman kelas Kakak yang diam-diam
membanding-bandingkan aku dan Kakak. Tapi aku kemudian berpikir kalau wajar
saja Kakak tidak menghiraukan hal itu, karena aku adikmu dan tidak semestinya
kita sama-sama berprestasi tinggi. Perlahan aku menghapus rasa cinta
terlarangku padamu. Dan Kakak sekarang sudah punya kekasih, cobalah Kakak
sepenuhnya berikan cinta itu padanya. Maksudku, kak Kalvin pasti tidak mau
kalau dia hanya diberikan setengah cinta darimu, dan setengah cinta yang lain kamu
berikan padaku.
Melody nampak memikirkan itu
sebentar, ia kemudian memeluk Aldo lagi.
Aldo: Eh, Kakak kenapa?
Melody: Kakak minta maaf ya, tadi
menyuruh kamu memutuskan hubungan dengan Shania.
Aldo membalas pelukan kakaknya,
tangan kanannya mengusap-usap rambut Melody dengan lembut.
Aldo: Iya Kak, aku mengerti
perasaanmu kok. Aku harap Ayah dan Ibu tidak tahu, ya. Dan sebaiknya kita
jangan berpelukan terlalu lama.
Melody melepaskan pelukan pada
adiknya itu, ia tersenyum dan dibalas senyuman Aldo.
Aldo: Sebaiknya jangan
dibicarakan lagi ya, Kak.
Melody mengangguk-angguk, pipinya
yang sedikit mengeluarkan air mata pun diusap-usap oleh Aldo.
Aldo: Hmm, air mata ini jangan
menetes lagi Kak, aku gak sanggup melihatnya.
Melody: Kakak punya satu
permintaan buat kamu, sekarang.
Aldo: Apa itu Kak?
Melody: Kamu mau ya gendong Kakak
ke kamar, Kakak ingin kamu jadi pria pertama yang gendong Kakak, karena Kalvin
belum pernah. Aku mau kamu yang pertama ‘romantis’ padaku dengan menggendongku.
Aldo: Oke Kak, aku juga belum
pernah menggendong Shania ataupun cewek lain.
Kemudian Aldo mulai menggendong
Melody, jari-jari tangan kanannya hinggap di lengan kanan Melody sedangkan jari-jari
tangan kiri Aldo berada pada betis kakaknya yang terbalut pakaian tidur. Kedua tangan wanita itu melingkar di leher
pria yang merupakan adiknya. Melody tersenyum memandang Aldo, kedua tangannya
melingkar di leher adiknya ini, sedangkan Aldo mengamati arah jalannya dari
ruang tamu itu sampai ke kamar Melody. Dengan langkah perlahan dan hati-hati ia
menuju lantai 2, dan mengarah ke kamar kakak tersayangnya. Saat di depan pintu,
Melody yang membukakan pintu kamarnya barulah Aldo membawa kakaknya masuk ke
dalam tanpa menutup pintu.
Aldo lalu perlahan membaringkan
Melody di springbed-nya, dan menyelimuti kakaknya ini hingga leher. Mereka
berpandangan sebentar, lalu Melody bicara.
Melody: Makasih ya dek, kamu mau
mengabulkan permintaan Kakak barusan. Kakak janji akan menghapus rasa cinta
terlarang ini pada kamu. Tapi butuh waktu, tidak bisa cepat hilang.
Aldo: Iya, aku tahu kok Kak. Aku
juga sama, walaupun sebenarnya sudah hampir hilang.
Melody: Kamu gak anggap Kakak
aneh atau istilah lain semacamnya kan karena hal ini?
Aldo: Enggak kok Kak, aku malah
senang karena perasaanku itu terbalas. Lagipula ini lebih baik daripada Kakak
menyukai sesama wanita. Tapi seperti yang tadi aku bilang Kak, lebih baik
jangan dibicarakan lagi.
Melody tersenyum, ia mengangguk
pelan kemudian Aldo kembali berbicara.
Aldo: Oh iya Kak, aku boleh minta
sesuatu padamu?
Melody: Mau minta apa, dek?
Aldo: Emm.... tadi kan tangan
kananku sempat nyenggol dada Kakak ketika gendong, jadi... boleh gak aku
memegang kedua dada Kakak? Karena aku merasa penasaran.
Aldo menunggu reaksi Melody
dengan was-was, karena dilihatnya kini kakaknya memandangnya tanpa senyum.
Beberapa detik kemudian Melody kembali tersenyum.
Melody: Kamu kenapa bisa merasa
penasaran, dek?
Aldo: Emm, gimana ya ngomongnya.
Begini loh Kak, terserah deh Kakak mau anggap ini alasan yang kubuat-buat atau
tidak. Aku pernah dengar teman sekelasku yang namanya William, dia bilang
pernah memegang dada cewek, yaitu pacarnya. Itupun secara tidak disengaja
tersenggol lengannya saja, dan William bilang kalau terasa empuk gitu. Dia bisa
bilang terasa empuk karena kata dia ceweknya lupa mengenakan BH di saat itu,
jadi hanya terhalang seragam sekolah yang kayaknya pas dengan badannya, tidak
ketat dan tidak juga kebesaran. Jadi aku mungkin bisa dikatakan.... merasa iri
sekaligus penasaran.
Melody: Hihi, boleh kok dek, tapi
jangan lama-lama. Megangnya juga dari luar aja ya.
Aldo hanya mengangguk lalu Melody
menurunkan selimutnya sedikit hingga hanya sampai perutnya. Aldo yang daritadi
setengah berdiri pun lalu berlutut, perlahan kedua tangannya bergerak menuju
kedua gundukan dada Melody yang masih mengenakan baju tidur, dan mulai
memegangnya serta meraba-raba. Beberapa detik berselang, Melody sedikit
melenguh karena kedua dadanya kini mulai diremas lembut. Setelah beberapa lama
barulah Aldo melepaskan kedua tangan ‘nakal’nya dari dada kakaknya, dan ia
langsung meletakkan di belakang punggungnya seperti orang yang sedang diborgol.
Melody: Gimana dek? Lebih besar
punya Kakak atau punya Shania?
Aldo: Ckckck Kak, aku mana tahu, Kakak
pake BH dan baju tidur, dan aku kan gak pernah megang punya Shania. Kalau aku
pernah megang punya dia, aku gak mungkin merasa penasaran lagi, kalaupun aku
masih penasaran mungkin karena Kakak lebih dewasa. Jadi Kakak adalah wanita
pertama yang aku pegang dadanya. Kalau aku megang punya Shania, pasti aku
digampar.
Melody: Hihi, bercanda kok dek.
Habisnya kamu tadi bilang mau megang, tapi ternyata juga meraba-raba dan
meremasnya.
Aldo cengengesan sebentar, lalu
ia menjawab perkataan Melody.
Aldo: Hehe, habis empuk sih.
Kenyal-kenyal gitu deh. Isinya daging ya Kak?
Melody: Hihihi, pasti dong. Jadi
sebelum tadi kamu pegang, kamu kira isinya apa?
Aldo: Ya... aku kira isinya
udara, Kak. Soalnya kan bahasa biologinya adalah payudara, dan aku pikir
istilah itu digabung dari kata pay dan udara. Bentuknya kan seperti pie.
(pie dibaca pay/pai
#AbaikanJikaSudahTahu)
Melody: Ahahahaha, kamu polos
banget dek, mana mungkin manusia seperti balon, bisa nampung udara.
Mereka sama-sama tertawa ringan
selama beberapa detik, kemudian Aldo kembali bicara.
Aldo: Kak, terimakasih untuk yang
barusan.
Melody: Iya, terus itu kamu
gimana?
Aldo: Itu apaan Kak?
Melody: Hihi, Kakak lihat tuh
bagian tengah celana kamu yang nonjol.
Aldo melihat arah pandangan
Melody, yang ternyata menuju pada bagian tengah celananya yang kini
menggembung. Ia kembali cengengesan sedangkan Melody menertawai sikap kikuknya.
Aldo: Maaf Kak, ini gak bisa
diajak kompromi nih. Mungkin karena tadi aku remas dada Kakak.
Melody: Hihihi, bagus deh.
Berarti kamu masih normal, karena ‘burung peliharaan’ kamu berontak. Mau Kakak
bantu diamin?
Aldo: Eh, maksud Kakak?
Melody: Hmm, pasti kamu tahu deh,
itu loh ‘teknik menjinakkan burung’ dengan tangan.
Aldo: Memangnya Kakak bisa? Kalau
bisa, berarti pernah dong...
Melody: Huss, enak aja, Kakak
masih virgin. Lagipula memang begitu
kan tekniknya, salah satunya dengan bantuan tangan. Biasanya kan di film porno.
Aldo: Jangan bilang kalau Kakak
pernah nonton film begituan.
Melody: Enggak, Kakak cuma gak
sengaja dengar pembicaraan cowok-cowok sekelas di sekolah dulu. Mereka suaranya
cukup untuk terdengar oleh Kakak, meskipun mereka bicaranya di luar kelas.
Aldo: Oh, gitu ya. Bagus deh
Kakak belum pernah nonton, soalnya film porno cuma boleh ditonton kaum pria.
Melody: Ih, kata siapa? Sok tahu
kamu. Beberapa teman cewek yang sekelas dengan Kakak juga kadang saling cerita
kalau mereka pernah nonton begituan.
Aldo: Aduh, jangan ikut-ikutan
deh Kak.
Melody: Kakak gak ikut-ikutan
kok, jadi gimana? Mau Kakak bantu?
Aldo: Gak usah deh Kak, nih lihat
udah jinak sendiri.
Melody melihat lagi ke bagian
tengah celana Aldo, yang kini tidak lagi menggembung.
Melody: Eh, kok bisa? Kamu pakai
tangan kamu sendiri ya?
Aldo: Busettt, Kakak kan dari
tadi bicara denganku makanya perlahan bisa jinak sendiri. Lagian Kakak lihat
kan tangan aku dari tadi gak bergerak, tetap di belakang.
Wanita itu melihat kedua tangan
adiknya yang dari tadi memang di belakang punggung, ia pun memanggut-manggut.
Melody: Emm, Kakak boleh gak
minta kamu buktikan kalau kamu pernah cinta padaku? Kamu kan pastinya sering
berciuman, dan lebih pengalaman dari aku.
Aldo: Hmm, maaf Kak. Aku gak bisa
melakukan itu, aku takut nanti kebablasan.
Melody: Iya juga ya, oke deh gak
usah.
Aldo: Tapi aku bisa buktikan
dengan cara lain, tidak melibatkan kontak fisik antara kita berdua.
Melody: Bagaimana itu, dek?
Aldo: Kakak tahu kan kalau aku
manggil pacarku ‘Nia’. Nah, ini yang pertama, aku sempat memberi nama panggilan
khusus untuk Kakak.
Melody: Oh ya? Apa itu, dek?
Aldo: Aku pernah manggil Kakak
‘Melow’ dalam pikiranku. Karena melihat Kakak aku merasa mellow artinya aku sedih gak bisa berpasangan denganmu. Kalau gak
ada hubungannya, abaikan saja Kak, itu cuma makna dari nama panggilan untukmu.
Melody: Hmm, oke, Kakak rasa sih
itu benar. Itu yang pertama, ada lagi?
Aldo: Sekarang aku mau
memberitahu sesuatu pada Kakak, sebagai bukti aku pernah merasakan cinta
padamu. Ini yang kedua dan yang terakhir.
Melody: Ayo dek, katakanlah.
Aldo: Gini loh... Sebenarnya
sebelum Kakak menyatakan cinta pada aku, sudah ada cewek lain yang duluan
melakukannya.
Melody: Siapa dia? Shania kan,
dek?
Aldo: Iya, Kak. Dan selain
Shania, ada seorang cewek lagi yang cinta kepadaku, tapi aku mengetahuinya dari
orang lain yang merupakan mantan cewek itu.
Melody: Jadi Shania pernah nembak
kamu, dek? Terus siapa cewek yang satu lagi?
Aldo: Shania mengungkapkan itu
lewat surat cinta yang ditaruh di laci mejaku, Kak. Lalu cewek yang satu lagi
itu orangnya Kakak kenal kok. Aku harap Kakak jangan membenci dia ya, soalnya
dia adalah salah satu teman Kakak.
Melody: Siapa dia, dek? Beritahu aku,
aku janji gak akan membencinya, kok.
Aldo: Hmm.... baiklah. Jadi....
cewek itu adalah... kak Ve.
Melody: Hah? Maksud kamu, Jessica
Veranda, dek?
Aldo: Iya Kak, jangan musuhi kak
Ve ya.
Melody: Hihihi, enggak kok dek.
Dia pernah curhat pada Kakak soal ketertarikannya pada seorang cowok, tapi dia
gak pernah memberitahu Kakak siapa cowok itu, rupanya kamu.
Aldo: Mungkin kak Ve merasa gak
enak kalau bilang cowok itu adalah aku. Karena Kakak pernah bilang soal cinta
terlarang pada dia kan?
Melody: Enggak kok dek, Kakak
mana mungkin curhat soal cinta terlarang, malu dong. Kakak gak pernah cerita
pada Ve kalau Kakak tertarik pada seorang cowok. Kakak bohong pada dia kalau
Kakak belum tertarik dengan urusan asmara ketika ditanyai olehnya.
Aldo: Hmm, berarti mengenai
perasaan terlarang kita cuma kita berdua dan Tuhan yang tahu dong?
Melody mengangguk-anggukkan
kepala, kemudian kembali bicara.
Melody: Jadi kamu tahu gak kenapa
Ve bisa suka padamu?
Aldo: Menurut kak Marko yaitu
mantan pacarnya kak Ve, itu karena aku pernah menolong dia yang jatuh dari
tangga. Jadi kak Ve jatuhnya menimpa aku yang kebetulan lewat di tangga dekat
kantin, sehingga dia mulai suka pada aku sejak itu.
Melody: Lalu sekarang gimana? Dia
masih suka pada kamu, dek?
Aldo: Kayaknya sih enggak deh,
Kak. Aku pernah bicara soal hal itu dengan dia, agar dia menghilangkan rasa
cinta padaku, soalnya aku merasa janggal kalau disukai cewek karena pernah
menolong dia. Aku terakhir kali bertamu ke rumahnya bisa merasakan kalau sorot
mata kak Ve hanya menganggap aku adik, tak lebih. Dia juga punya 2 adik
perempuan, yaitu Gre dan Violet.
Melody: Emm... gitu rupanya.
Ternyata kamu cukup banyak cewek yang naksir ya, kalau saja wajah kamu tampan,
pasti lebih banyak lagi, hihi.
Aldo: Hehe, bisa aja Kakak
ngomongnya. Oh iya, aku baru saja teringat lagi ada seorang cewek yang juga
bilang kalau dia cinta padaku.
Melody: Siapa itu, Aldo?
Aldo: Dia adalah teman sekelasku
dulu, yaitu Naomi. Dia bilang padaku di kantin ketika suasana ramai jadi aku
minta dia to the point, yaitu
beberapa bulan lalu dan berlangsungnya setelah Kakak mulai kuliah.
Melody: Hmm, Kakak juga pernah
lihat cara dia menatap kamu itu beda dari teman-teman cewekmu yang lain,
sewaktu beberapa kali dia bertamu ke sini. Jadi selain Shania, Ve, dan Naomi,
ada lagi gak cewek yang suka padamu?
Aldo: Setahuku gak ada lagi deh,
Kak.
Melody: Kakak senang deh kamu mau
terus terang mengenai beberapa cewek yang suka padamu juga, aku juga anggap kedua
hal tadi sudah cukup bukti kalau kamu pernah mencintaiku. Oh iya, Aldo. Kamu
tadi jalan sambil gendong Kakak kesini dari bawah dengan pelan, apakah Kakak
berat?
Aldo: Oh itu, enggak kok Kak, aku
memang mau dengan pelan melakukannya. Biar Kakak merasa aku romantis, dan kalau
aku jalan cepat pasti nanti kita berdua sama-sama pusing, atau bisa-bisa
terpeleset dan jatuh nanti, heheh.
Melody tersenyum sambil mendengar
Aldo terkekeh pelan, ia kembali bicara.
Melody: Aldo, sebenarnya Kakak
tadi meminta kamu untuk menggendong Kakak karena kamu pernah membuat Kakak patah
hati, yaitu ketika kamu jadian dengan Shania. Jadi tadi Kakak meminta gendong
agar kamu bisa menebus kesalahan itu. Maafkan Kakak ya, kalau Kakak egois.
Aldo: Ssttt, aku tidak mungkin
merasa Kakak egois, karena aku sendiri juga sempat mencintai Kakak. Dan seperti
yang aku bilang tadi, aku mau cinta terlarang kita ini hanya kita berdua dan
Tuhan yang tahu, dan sebaiknya kita sama-sama segera menghapus cinta ini.
Kalaupun kita sama-sama tidak merasakan cinta terlarang ini lagi, tetaplah hal
ini menjadi rahasia kita berdua dan Tuhan. Kakak bisa kan menyetujui
keinginanku?
Melody hanya mengangguk-angguk
kecil, kemudian Aldo yang masih berlutut segera berdiri dan kedua tangannya
ditaruh di pinggangnya.
Aldo: Yaudah Kak, jangan
dibicarakan lagi ya. Kakak segera istirahat, aku juga mau istirahat. Good Night.
Aldo membelai kepala kakaknya
dengan tangan kanan, ia mendekat lalu mencium kening Melody, mereka saling
tersenyum dan setelah itu Aldo melangkah keluar dari kamar kakaknya. Ia menutup
pintu kamar itu, kemudian berlalu ke kamarnya sendiri untuk tidur.
Flashback end.
Aldo hanya samar-samar mengingat
kejadian itu sejak beberapa bulan ini, barulah sekarang dia ingat jelas sesudah
Melody mengatakannya. Mungkin karena pikirannya terbagi antara kehidupan nyata
dan kehidupan mimpinya, apalagi dia sempat harus ‘berkompetisi’ dan juga
menghadapi ujian kenaikan kelas yang lumayan sulit.
Aldo: Emm, udah ya Kak, jangan dibicarakan
lagi, nanti Ayah dan Ibu dengar.
Melody: Hihihi, iya dek. Sekali
lagi selamat ya atas pertunanganmu.
Aldo: Iya, thanks Kak. Eh, ini
Kakak kenapa belum ganti baju?
Melody: Sengaja, biar kamu
menilai siapa antara Kakak dan Shania yang lebih cantik.
Aldo: Hmm, itu... gimana ya
menilainya...
Melody: Ahaha, bercanda kok dek.
Habisnya kamu tadi lihat ke dada Kakak sih, padahal kamu baru aja bertunangan.
Aldo: Heheh, habisnya Kakak
memperlihatkannya. Tadi dress-nya Shania kan tidak memperlihatkan meskipun
hampir sama jenisnya dengan dress yang Kakak pakai ini.
Melody: Nah, sekarang daripada
kamu lihatin terus, mending kamu pegang deh, kan sekarang bisa megang langsung
kulitnya tanpa terhalangi pakaian, meskipun sedikit saja.
Aldo: Eh... itu.... aaaaa....
Karena Aldo terus memandangi
belahan dadanya, Melody langsung menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi.
Ia kemudian tertawa.
Melody: Hihihi, dek. Kamu mulai
mesum ya, padahal udah punya tunangan.
Aldo: Ckck, kan aku belum sempat
pegang. Lagipula tadi Kakak sendiri yang menawarkan, aku masih ragu-ragu kok
karena memikirkan statusku yang sudah tunangan.
Melody: Hmm... baguslah kalau
kamu ragu-ragu, berarti kamu tidak terlalu mesum. Kakak barusan cuma mengujimu,
soalnya kan kamu bilang kalau tadi William sengaja menyenggol lengannya ke
belahan dada pacarnya. Kakak juga lihat tadi, siapa tahu kamu ketularan dia.
Aldo kini ingat kalau ditengah
keramaian acara pertunangan dirinya dan Shania, ia yang sedang berdiri
disamping Shania lalu melihat William diam-diam menyenggol lengan pada belahan
dada Noella yang mengenakan dress juga. William pura-pura menepuk pundak Bagus,
karena posisi Noella berdiri diapit Bagus dan William. Aldo kala itu juga
sedang berdiri diapit Melody dan Shania. Karena Shania asyik memperhatikan
atraksi firebreathing oleh seseorang di kejauhan yang ditonton beberapa tamu
undangan, Aldo berbisik pada Melody agar melihat perbuatan William. Kakak
beradik itu melihat kalau William pura-pura mengajak Bagus untuk menonton
atraksi firebreathing itu juga, tapi mereka malah hanya menonton dari posisi
itu yang cukup untuk menyaksikannya. Aldo dan Melody tertawa ringan, pria
remaja itu memberitahu kakaknya agar jangan dekat-dekat dengan William.
Aldo: Oh iya, jadi Kakak tadi gak
dekat-dekat si William kan?
Melody: Enggak, bahkan dia tidak
melirik pada Kakak.
Aldo: Fuuhhhh, syukur deh. Aku
gak rela kalau Kakak dekat-dekat cowok paling mesum di kelasku, hehehe.
Melody: Hmm, jadi memangnya kamu
gak mesum?
Aldo: Aku kan sedikit aja Kak,
kalau si William sudah dikenali semua murid di kelas sebagai cowok paling
mesum, aku dengar kata Derry kalau dia paling banyak mengoleksi.... aku gak
perlu sebut deh.
Melody: Iya, Kakak tahu. Hihi,
pacarnya gak tahu ya kalau dia semesum itu?
Aldo: Hmm, dari ekspresi wajah
Noella ketika disenggol sih, kayaknya gak tahu deh kalau pacarnya berniat
mesum. Meskipun perbuatannya itu masih tergolong ringan sih, atau mungkin udah
kebiasaan heheheh.
Melody tertawa ringan, ia tidak
lagi menutupi belahan dadanya. Mereka berdua menghentikan tawa setelah beberapa
detik.
Aldo: Kak, terimakasih ya. Aku
yakin kok Kakak bisa mencintai kak Kalvin sepenuhnya.
Melody tersenyum, ia kembali
memeluk Aldo sebagai saudaranya. Mereka berpelukan sebentar, saat itu juga Aldo
mendengar bunyi alarm.
Aldo’s dream end.
Aldo(bergumam): Hah... Hah...
Gila, aku gak nyangka kalau kak Melody.... ah sudahlah, kan cuma mimpi.
Saat Aldo keluar dari kamarnya,
ia terkejut mendapati Melody berdiri di depan pintu.
Melody: Eh, Aldo. Kakak baru aja
mau bangunin kamu. Ayo sarapan dulu.
Aldo mengangguk, ia kemudian
mengikuti kakaknya yang masih mengenakan pakaian tidur ke meja makan di lantai
bawah. Ia agak heran kenapa kakaknya belum berganti pakaian, tapi tidak berniat
bertanya. Mereka pun sampai di meja makan untuk memulai sarapan pagi.
Sehabis makan pagi, mereka pergi
ke kamar mandi di lantai yang berbeda. Aldo ke kamar mandi lantai 2 sedangkan
Melody ke kamar mandi di lantai 1. Aldo yang lebih dulu selesai berbenah diri
kini telah mengenakan seragam sekolah, ia mendengar teriakan kakaknya yang
memanggilnya dari dalam kamar mandi lantai 1. Aldo bergegas ke depan pintu
kamar mandi itu.
Aldo: Ada apa Kak manggil aku?
Melody: Kamu tolong dong ambilin
handuk buat Kakak, tadi Kakak cuma bawa pakaian kampus, lupa bawa handuk.
Aldo: Ok Kak, tunggu sebentar.
Aldo segera mengambil sebuah
handuk dari lemari pakaian di kamar Melody dan kembali ke depan pintu kamar
mandi itu.
Aldo: Kak, ini aku udah megang
handuk.
Perlahan pintu kamar mandi itu
terbuka, tangan kanan Melody terjulur keluar dan Aldo langsung memberikan
handuk itu. Pintu kembali tertutup, tapi baru saja Aldo hendak pergi ia
tertahan oleh suara kakaknya lagi.
Melody: Aldo, tungguin Kakak ya.
Hari ini biar Kakak yang antar kamu ke sekolah.
Aldo terkejut, baru kali ini
Melody mau bareng untuk berangkat ke sekolah dan ke kampus. Karena sejak Melody
mulai kuliah dan Aldo kembali bersekolah di kelas 1 SMA, mereka tidak pernah
bareng berangkatnya. Aldo dengan motor matic-nya, Melody dengan mobilnya.
Selama Aldo di kelas 10 IPA 5 dan Melody masih kelas 12 IPA 5, mereka selalu
berangkat bareng, entah dengan mobil atau dengan motor. Biasanya kalau mobil
dipakai Ayah atau Ibu mereka, barulah mereka memakai motor dengan Aldo
membonceng kakaknya yang kadang-kadang juga memeluknya.
Lamunan Aldo dihentikan tepukan
di pundaknya, ia menoleh ke belakang dan mendapati Melody sudah berpakaian rapi
untuk ke kampus.
Melody: Kamu kenapa bengong tadi?
Aldo: Enggak apa-apa kok Kak.
Melody tidak bertanya lagi,
mereka segera berjalan ke pintu rumah untuk berangkat dengan mobil. Sesampainya
di dekat mobilnya, Melody memberikan kunci mobil pada Aldo.
Aldo: Eh, kenapa Kak?
Melody: Kakak lagi malas nyetir,
kamu aja yang bawa mobilnya ke sekolah baru nanti Kakak yang nyetir ke kampus.
Aldo hanya mengangguk, ia
kemudian masuk ke kursi depan untuk mengemudi. Melody duduk di sampingnya,
mobil pun mulai dijalankan oleh Aldo menuju SMA Velidan 01.
Sesampainya di sekolah, Aldo
melambaikan tangan pada mobil kakaknya yang sudah menjauh, ia juga melihat
tangan kakaknya melambai dari kaca depan mobil.
Tanpa memikirkan sikap kakaknya
yang agak aneh, Aldo berjalan menuju kelasnya, ia sudah tahu pasti akan di
lantai 3. Setelah berjalan-jalan sebentar di lantai 3 gedung sekolah, tibalah
ia di depan kelas 12 IPA 3.
Belum banyak murid yang datang,
Aldo mengambil duduk di tengah-tengah kelas, karena ada AC yang berhembus dari
atas, ia berharap untuk mendinginkan kepalanya agar bisa memikirkan penyebab
anehnya sikap kakaknya dari pagi tadi, meskipun bisa dibilang sikap Melody
hanya sedikit aneh.
TO BE CONTINUED...
Komentar
Posting Komentar